Deadpool Poster - ilustrasi: screenrant.com |
Mungkin banyak orang akan
merasa perut diaduk-aduk saat melihat film Deadpool. Superhero besutan Marvel
ini memang sebuah anomali. Saat superhero lain bertindak ksatria dan welas
asih, tidak dengan Deadpool. Bak psikopat ia membantai musuhnya tanpa belas kasih.
Bahkan di scene terakhir, saat musuh besarnya sudah tidak berdaya, ia masih
menembaknya tepat di kepala. Bahkan beberapa scene mempertontonkan dengan jelas
kepala terpotong, kaki dan tangan patah, dsb. Bagi sebagian orang yang biasa
melihat X-Men atau The Avengers, scene gore (berdarah-darah)
dan sadis ini tidak akan pernah ada. Namun, di film Deadpool, hal ini begitu
diumbar dan begitu menggembirakan buat si superhero.
Sebenarnya,
film superhero yang rada sadis dan penuh darah pernah ada sebelumnya. Misalnya
film The Crow (1994) yang menggambarkan seorang musisi yang hidup kembali
guna membalas dendam. Eric Draven yang diperankan Brandon Lee bangkit dari
kubur dan mulai membunuh orang-orang yang menghabisi tunangannya. Atau film
Blade (1998) yang diperankan Wesley Snipes juga mengumbar adegan
bunuh-membunuh. Blade atau Eric Brooks yang diperankannya mencoba membalas
dendam kematian sang ibu. Lahir setengah vampir setengah manusia, Blade
menghabisi nyawa semua vampir yang menghalanginya. Dan beberapa film lain yang
mungkin tidak seheboh film Deadpool.
Buat saya
pribadi, Deadpool seperti 'oasis' di tengah film-film superhero lain. Saat
superhero lain sangat klise, Deadpool menjadi deviasi. Saat X-Men menonjolkan
kekuatan supernya, Deadpool menjadi manusia seutuhnya. Mayoritas film superhero
memang berfokus pada kekuatan dan kebaikan versus kejahatan. Atau yang sedang
trending, semakin banyak uang maka kamu bisa jadi superhero. Lihat saja Batman
atau Iron Man.
Deadpool
menjadi gambaran jagoan yang menumpas kejahatan. Enaknya, tanpa perlu
membela kepentingan orang lain. Ia hanya ingin membalas dendam Bukankah ini
gambaran hidup kita? Membalaskan dendam seberat-beratnya, dengan kekuatan
yang kita punya. Dengan geram ingin meninju orang yang menyebar fitnah soal
kita. Atau memberi efek jera kepada maling sendal sampai babak belur. Atau
membakar maling rumah kosong biar tidak ada maling lagi yang datang ke
lingkungan kita. Apalagi ditambah kekuatan seperti Deadpool. Kekuatan yang bisa
sembuh dari luka, penyakit, bahkan menumbuhkan kembali bagian tubuh yang
terpotong.
"Superman Crying - ilustrasi: adventuresinpoortaste.com" |
Tidak perlu menjadi superhero
serupa Superman. Karena ia harus menolong setiap orang. Toh, tidak semua orang
bisa ditolongnya. Bukankah sudah ada polisi menangani kejahatan. Atau serupa
Thor yang harus menyelamatkan dunia. Betapa berat bebannya. Lihat saja di
filmnya, gedung hancur lebur saat portal. Berapa banyak orang yang ikut
meninggal dalam gedung itu? Atau para mutant dalam X-Men yang disingkirkan
masyarakat karena aneh. Ironisnya mereka juga harus menyelamatkan
orang-orang. Betapa manusia tidak bisa berfikir dan memosisikan diri menjadi
seperti X-Men.
Kita
adalah Deadpool dan Deadpool adalah kita. Sisi jahat manusia yang selama ini
tertidur. Atau sisi jahat yang memang ada, namun banyak yang mencoba
menyangkalnya. Betapa kita sebagai manusia ingin menjadi hebat. Menjadi
superior di atas orang lain. Tidak ingin ditindas, dilukai, disakiti, dan
dikucilkan. Ingin menjadi hebat dengan caranya sendiri. Plus kekuatan super
serupa Deadpool membuat kita sanggup membalas dendam sendiri.
Masih
sering kita lihat seorang ibu menangis di depan majlis hakim. Ia menyumpahi
hakim yang memberi hukuman tidak setimpal pada pembunuh anaknya. Nyawa dibalas
nyawa adalah mimpi di depan meja hijau. Atau kisah seorang bapak yang
bertahun-tahun mencari keadilan atas kematian anaknya yang ditabrak mobil
seorang jendral. Sudah terlalu jengah juga kita melihat ulah aparat yang tidak
simpatik. Tebang pilih kasus dan ujung-ujungnya duit sering terjadi. Hukum
sudah terlalu buta untuk bisa melihat sisi manusia. Hukum milik mereka yang
berkuasa dan berduit.
Deadpool
serupa katarsis kejengahan kehidupan. Dendam dan amarah yang setiap orang punya
pada kejahatan dan ketidakadilan mewujud menjadi Deadpool. Sadis memang. Kejam
begitulah adanya. Namun rimba hidup hanyalah penerapan tata cara battle of the fittest.
Siapa yang kuat, menang. Deadpool adalah perwujudan inklandestin potensi
kejahatan dan kekejaman manusia. Naif memang. Tapi jauh dalam lubuk hati setiap
orang, selalu ada niat untuk membalas dendam dengan caranya. Tidak peduli
hukum. Karena hukum lagi-lagi bukan menjadi parameter impasnya suatu
kejahatan pada diri.
Jadi,
Deadpool memang menggambarkan kejamnya hukum rimba. Kekejamannya memang mungkin
saja terjadi. Sadis memang sadis. Namun tidak sekejam mereka yang selalu
mengumbar video potong kepala. Atas nama tuhan mereka membenarkan kekejaman
yang terjadi. Atau atas nama golongan mereka meledakkan diri di tengah
keramaian. Menjadi para martir yang penuh noda darah dan air mata orang-orang
tidak berdosa. Atau pemerintah yang terus ingin menguasai minyak, hingga
mengorbankan tentara dan warga jajahan. Semua demi memenuhi pundi-pundi ekonomi
kaum elit dan pongah.
Salam,
Solo, 27 Februari 2016
wah saya belum nonton film nya pak
ReplyDeleteNonton saja mas, sudah di bioskop kan
Delete