Friday, August 24, 2018

Televisi Indonesia yang Kian Membosankan dan Banal

Televisi Indonesia yang Kian Membosankan dan Banal


Spiritual Pollution - ilustrasi: maggi11.wordpress.com
Kiranya pertama saya beri gambaran sarkas kondisi televisi kita saat ini. 
RCTI. Swasta tua yang tidak bijak adanya. Acaranya berkutat pada sinetron cinta, harta, tahta dan perempuan. Alurnya sama saja, hanya pemerannya berbeda. Ada acara gosip dan berita sebagai selingan. Tapi seperti biasa, berita hanya refabrikasi dari TV/sosmed. Gosip pun, ah Anda sendiri tahu faedahnya.
SCTV. Pengekor tontonan drama semata. TV yang satu ini pun mirip TV tua di atas. Hanya sinetron jadi andalan, plus ragam FTV. Sayangnya kedua suguhan drama itu kini kian picik. Terlalu banyak logo barang jualan ditampilkan besar-besar. 
Tiada juga nilai estetiknya, apalagi ada teknik subliminal. Nol alias minim. Dan acara gosip/berita tak jauh TV sebelah.
Indosiar. TV hampir bangkrut yang kian semrawut. Cuma satu acara yang saya ingat dari TV ini, Patroli. Dan karena Indosiar TV yang merakyat, acara sepakbola dan dangdut juga sering ada. 
Pokoknya meriah dan bisa joget bersama, itu dangdut TV ini. Sepakbola pun menjadi pelipur fans ultras daerah. Judul acara drama sinetronnya pun lucu-lucu kabarnya. Karena judulnya mirip majalah Hidayah.
TPI/MNC TV. Yuuk mari 365 hari terus dangdutan. Konon, TV ini berjuluk Televisi Pendidikan Indonesia. Dulu saya masih ingat cara menghitung rumus Phytagoras. Kini, tak usah ambil pusing. Joget terus mang...! 
Acara kartun negri Jiran andalan TV ini pun cuma di re-run. Sampai-sampai anak bosan, filmnya itu-itu saja. Oya, sinetron anak ala ala fiksi naga-naga pun cukup bikin heran lho.
ANTV. Televisi asal India... Eh Indonesia. Eh...?? Semenjak pagi, TV ini diwarnai film besutan Bollywood. Siang dan malam pun drama Bollywood pun bermunculan. Dan masih ada lho show 'masak aer' yang cuma ketawa-ketiwi tidak jelas. 
Acara reality drama kini menjadi hits di TV ini. Dengan bumbu mistis dan 'reka adegan' plus dramatisasi, cukup menyedot iklan, eh perhatian.
Watching Television - ilustrasi: usa-banks.us
MetroTV. Ini dia TV berita penggagas hyper-partisan  Indonesia. Acara partai empunya TV berita ini kadang ada slot waktu khususon. Pidato sang empunya disiarkan live. Sering pula reportase sekitar satu partai masuk ke dalam berita. Dan karena pro-pemerintah, maka kumpulan beritanya ya soal ABS, kadang. Acara motivasi dan talk show cukup bagus. Walau kini kian jenuh.
TVOne. Sama-sama hyper-partisan, tapi TV ini memang beda kok. Dulu, saat sang pemilik masih getol di dunia politik. TV ini menjadi oposisi pemerintah. Isinya ya tentu saja tentang kegagalan, krisis, kemiskinan, dsb. Dan partai empunya TV ini dan dirinya adalah solusi untuk negara ini. 
Walau kini gerbong partai itu bergeser ke pemerintah. Tapi nuansa dan nafas beritanya masih kontra pemerintah masih ada (baca: masih dijaga).
KompasTV. Sempat dilabeli pro pemeritah, kini jadi independen (masih berusaha). Dengan profil perusahaan induk yang memang mogul media, TV ini cukup mengigit program beritanya. Walau kini berita yang ada masih sama saja dengan TV lain. Hanya (re)framing-nya yang berbeda dari TV ini. Namun bagi para oposan pemerintah, TV ini tetap tidak independen.
Trans7. Selain acara si Unyil, Jejak Petualang, dan MotoGP kok tidak ada yang menarik ya? Sejak berganti dari TV7 ke Trans7, lumayan hidup kreatifitas TV ini. Namun itu dulu. 
Acara andalannya kini hanya mencomot dan di-voice over YouTube. Acara reality show yang lebay pun menjadi andalan. Acara lama Opera-oper-an masih bertahan dengan konyolnya yang itu-itu saja.
TransTV. Sejak 'otak kreatifnya' pindah dan buat stasiun TV baru, TV ini jeblok. Acara gosipnya, alamak ga kuat cyin. Lebay dan penuh drama sekarang. Program berita dengan brand luar negri di TV ini tetap tidak menarik buat disimak. Karena toh isi beritanya tetap mirip TV berita sebelah. Apalagi kadang portal beritanya sudah memberitakan lebih dahulu.
NetTV. Televisi kaum urban, yang kini acaranya monoton. TV yang cukup muda namun berhasil menyedot banyak perhatian. Mungkin karena kerja keras tokoh kreatif yang pindah dari TV sebelah. 
Namun kini serasa hambar programnya. Acara lucu-lucuan masih membesut duo Andre-Sule. Lawakannya pun itu-itu saja. Apalagi dilabeli 'The Best Of.." yang cuma acara 'kliping' re-run. Walau selipan Korean Hallyu cukup berbeda.
Program Televisi - ilustrasi: dream.co.id
Dan TV lain seperti RTV, GTV, dan iNews yang menjadi 'cabang' TV induknya. Tidak ada corak khas dan unik dari TV-TV tersebut. Sedang TVRI dengan tag #KamiKembali, ya masih TVRI. Jadul dengan programnya dan kadang error sinyal siarannya. Walau perlu diakui, TV inilah yang Indonesia banget.
TV dengan basis free-to-air di Indonesia masih berkutat soal promosi produk dan jasa. Tim kreatif dibelakang sebuah program tak lain adalah tim manipulaitf. Mereka diminta membuat acara untuk memasarkan produk. Gebrakan program tanpa mengkhawatirkan rating/iklan saya rasa belum banyak hadir. Atau malah tidak ada?
KPI sebagai perwakilan negara lewat frekuensi siar belum terasa tajinya. Teguran kadang cuma teguran tanpa sanksi tegas. Program acara bisa tetap tayang dengan judul berbeda saja. Apalagi mengatur polusi fikiran berupa iklan yang kian hari kian pintar saja. 
Dari acara berita sampai drama, semua terpampang jelas produk promosinya. Bahkan iklan rokok dengan kemasan berbeda pun tidak disadari oleh otoritas KPI.
Banalitas daur siar tahunan TV kita masih drama-klenik-gosip artis. Berpindah ke TV kabel berbayar pun bukan alternatif murah. Mengganti channel program TV pun bukan solusi. Apalagi kini rata-rata TV disisipi bias politik dan jargon promosi produk. TV kita kini masih tayangan hiburan yang tiada memberi banyak pembentukan karakter bangsa.  
Salam,
Solo, 11 Agustus 2018
11:10 am
(reblog dari Kompsiana disini)

Friday, April 20, 2018

Siapkan Anak Kita Per(ang)gi ke Sekolah

Siapkan Anak Kita Per(ang)gi ke Sekolah

Snapshot Pemukulan Siswa SMP oleh guru - foto: jabar.tribunnews.com
Baru-baru ini, viralnya seorang guru memukuli seorang siswa SMP membuat kita terenyuh. Walau tempat kejadiannya masih diusut, namun kesan yang timbul mengerikan. Tidak semengerikan saat saya menonton tinju bahkan MMA yang sedang digandrungi. Namun begitu dahsyat (raw) dari 36 detik video tadi membuat saya sebagai orang tua prihatin sekaligus takut.
[EDIT] Kabar berita terbaru, bahwa pelaku pemukulan adalah sesama siswa di sebuah SMK di Pontianak. Namun, ada pula kabar yang mengungkap pemukulan ini dilakukan oleh orangtua yang tidak terima anaknya dilecehkan secara seksual. (Berita disini)
Alih-alih mengantar pergi anak saya sekolah nanti. Saya akan mengantarkan mereka perang. Apa sih yang tidak ada di sekolah dan lingkungannya?
Mulai dari kasus perundungan, asusila, penculikan, gedung roboh, sampai peristiwa keracunan atau peristiwa kesurupan ada di sekolah. Seolah sekolah adalah panggung dari pahitnya realitas hidup. Saat anak sewajarnya mendapat pendidikan laik dan mumpumi, yang terjadi kadang tidak demikian. Ada rasa was-was, syak wasangka, bahkan ketakutan saat anak pergi ke sekolah.
Saya pun yakin tidak semua sekolah atau tingkat sekolah mengalami isu tersebut. Namun apa yang terjadi dan terulang juga diberitakan memang tidak sepositif apa yang dilihat dan dirasa. Semua peristiwa ini seolah menyiratkan beberapa hal darurat dalam pendidikan di Indonesia secara menyeluruh.
Pertama, sekolah seakan memagut faham ono rupo ono rego. Sekolah apa yang paling aman, tenteram, dan membuat anak kita punya daya saing? Ya tentu sekolah swasta mahal. Sekolah yang dijaga kualitas dan kuantitasnya pada domain seberapa besar SPP dan uang gedung yang dibayarkan. Mulai dari fasilitas, staf sekolah, guru sampai sekuriti dijamin kehandalannya. Anak kita akan dijaga dan dibuat pintar sesuai apa yang diimpikan orang tua.
Jatuhnya, orang miskin dan tidak mampu memilih anaknya bersekolah di "pokoknya sekolah'" Sekolah yang gurunya saja digaji sepertiga dari UMP Jakarta. Sarana dan prasarana menyesuaikan setoran bulanan dan uang gedung. Orang tua tidak bermimpi banyak anaknya bisa menggantikan BJ Habibi nanti. Setidaknya ia tidak nganggur di rumah dan digosipi tetangga menyoal anaknya yang putus sekolah.
Kedua, pemegang otoritas sudah waktunya memijakkan sistem pada satu fundamen pendidikan nasional. Terlepas dari sistemnya yang gonta-ganti sesuai titah menteri, cukup sistem tunggal dengan penyempurnaan seiring waktu. Usah lagi mencari duit cipratan proyek kurikulum dengan sebutan yang begitu eksostis, namun hasilnya nol. Bahkan saat hasil belum muncul, sudah dibredel dengan sistem baru.
Kekacauan sistem yang mempengaruhi profesi guru, ranah pedagogis, dan cakupan administratif pun terjadi. Dampaknya pun pada siswa, sekolah dan kualitas generasi yang tercipta. Inilah hasil generasi uji coba Sisdiknas yang kadang hanya sekadar mengikuti ego rezim dan tren global. Sistem yang kadang lupa di mana ia berpijak selama lebih dari 70 tahun kita merdeka. Uji trial and error Sisdiknas kini sudah terlalu banyak error-nya daripada goodness-nya.
Saya kira pun tak sedikit cendekia dan praktisi pendidikan negeri ini. Mereka bisa urun rembug untuk menyusun Sisdiknas tunggal dan visioner yang tidak lekang oleh zaman. Sistem yang tidak jauh berbeda 30 sampai 50 tahun lagi. Sistem dinamis namun fundamental yang didasarkan falsafah hidup dalam kebhinnekaan.
Ketiga, kasus-kasus "mengerikan" di atas mungkin urung dihapuskan menyeluruh. Namun mencegahnya berulang di lain tempat dan waktu kiranya bisa diusahakan. Urgensi pengawasan dan pemberdayaan pihak terkait di sekolah dan dinas sudah tinggi. Sedang seolah pemegang otoritas hanya bertindak saat terjadi dan terliput media. Tindakan preventif dinafikan, sedang tindakan kuratif tak jua menyembuhkan penyakit ini.
Jika kasus-kasus di atas terus terulang dan menjadi ritual kuratif belaka, orang tua mana yang tidak khawatir? Anak saya dan Anda mau jadi apa nanti di sekolah? Sekolah seolah penjara kecil bagi anak. Ia mengurung anak setengah hari. Ada hukuman verbal dan fisik, baik dari guru/teman. Ada makanan yang bernarkoba/beracun pun ditawarkan. Belum lagi ditambah tawuran antar siswa/sekolah. 
Anak kita seakan diciptakan untuk menghadapi kerasnya (bahkan kejamnya) hidup di sekolah. Anak kita diberikan sedikit bahkan tidak sama sekali nilai, norma, dan pengetahuan. Entitas-entitas pengembang dan penguat karakter dan ilmu untuk masa depan mereka menjadi kian nihil. Bekali saja anak kita dengan bela diri dan latihan fisik agar kuat berkelahi. Latih mereka bermuka tembok dan acuh pada cemoohan. Sehingga tidak timbul empati dan simpati dari mereka agar tidak dibodohi dan dimanfaatkan orang lain di sekolah.
Mungkin artikel ini terkesan fatalistik dan mengeneralisasi. Namun apa yang terjadi di sekolah dan sistem pendidikan kita beginilah adanya. Saat banyak yang berwacana memperbaiki semua, tarafnya tidak sampai aktualisasi. Terlalu akut sudah penyakit dalam pendidikan kita. Dan saya kira, tidak cuma saya sebagai orang tua khawatir akan apa yang terjadi. Bagi para pendidik, praktisi, dan cendekia ranah edukasi, hal ini menyiratkan gercep pembenahan holistik.
Salam,
Solo, 20 April 2018

10:39 pm
Reblog dari Kompasiana di sini

Tuesday, November 15, 2016

Sebuah Helicopter View Menyoal Full-Day School Mendikbud Baru

Sebuah Helicopter View Menyoal Full-Day School Mendikbud Baru

Berangkat Sekolah - foto: jagawana.com
Sebuah gebrakan dibuat Mendikbud yang baru saja dilantik Muhadjir Effendi menyoal Full-Day School (FDS) menyentak kita semua. Netizen dan publik pemerhati pendidikan pun riuh. Banyak yang mengomentari dengan nyinyir. Ada juga yang masih ragu melihat kebijakan ini akan efektif. Namun banyak pula yang senang akan aturan yang akan di-pilot project nantinya. Pak Mendikbud baru beserta jajarannya masih menggodok konsep. Dan seperti biasa, publik dibuat gamang sekaligus gaduh.

Seolah Muhadjir ingin membuat publik terhenyak lalu meminta kita menengok dan melihat dirinya dengan kebijakan FDS. Ini lho Mendikbud baru yang akan memberikan 'sesuatu' yang lebih daripada yang sudah lalu. Bijak lagi baik kiranya kita mengamati kebijakan ini dengan helicopter view. Bukan sekadar pro atau kontra. Namun juga memandang dari pihak-pihak yang dilibatkan disana. 

Setidaknya ada 4 empat pihak yang terlibat nantinya dalam kebijakan FDS ini. Semua dengan sisi negatif dan positif sebagai dampak FDS. Walau positif dan negatif disini harus perlu dianggap variabel tentatif. Namun setidaknya bisa memberi helicopter view menyoal kebijakan FDS ini.

1. Penentu Kebijakan
Dari sudut policy maker, FDS memang menjadi ujung tombak program kebaruan. Hal ini memberi pembeda dari pendahulu. Mungkin pula hal ini menjadi kewajiban Mendikbud baru dari pemerintah. Dengan kata lain, harus ada gebrakan. Mau tidak mau, enak tidak enak harus ada. Dan kebijakan ini harus siap dijalankan dengan efektif dan efisien. Mengingat pendidikan di Indonesia memang menjadi problema yang kian kusut.

Sisi positifnya, Mendikbud baru bisa memberi bukti pada atasan, dalam hal ini Presiden pada awal kinerjanya. FDS digadang bisa memberikan anak 'pagar' dari aktifitas luar sekolah yang buruk. Negatifnya, FDS ini memang menjadi program sekadar memenuhi sisi kebaruan. Walau konsep FDS diterapkan di beberapa sekolah, namun memukul rata penerapan FDS bisa dianggap kejar setoran.

2. Pihak Sekolah
Dan tentunya sekolah sebagai pelaksana kebijakann FDS memikul beban berat nantinya. Pihak sekolah harus menyiapkan entah sisi akademis atau non-akademis untuk memanjangkan masa tinggal siswa di sekolah. Guru harus memutar otak untuk menginisiasi program seperti pengayaan akademik, membahas PR, membuat karya kriya, dsb. Guru juga akan berkoordinasi organisasi ekstrakurikuler untuk menggodok program baru. Mulai dari UKS sampai mungkin Marching Band akan dijadwalkan kegiatan seusai jam belajar sekolah usai.

Positifnya, pihak sekolah akan dituntut lebih kreatif. Membuat siswa untuk betah di sekolah dengan kegiatan positif menjadi tujuannya. Negatifnya, beban guru akan semakin bertambah. Diberi honor yang seadanya, berdasar budget sekolah yang mungkin sudah berat, guru kiranya akan menggerutu. Pihak sekolah bisa saja mengumpulkan dana dari orangtua. Namun kiranya akan banyak perdebatan menyoal uang iuran.

3. Pihak Orangtua
Bagi orangtua yang bekerja, tentu banyak yang senang kebijakan FDS ini. Pulang kerja anaknya akan sama dengan jam pulang kerja. Namun bagi orangtua yang yang bekerja dari rumah, masih akan gamang. Anak yang biasa ditemui di rumah akan berkurang waktunya dari Senin-Jumat. Apakah efektif anak terus 'dikurung' di sekolah dengan FDS.

Positifnya, orangtua akan dijamin anaknya baik-baik diurus sekolah. Karena FDS adalah keputusan Mentri yang harus dilaksanakan sekolah, anak mereka akan tentu mendapat hal positif di sekolah usai jam belajar. Negatifnya, orangtua harus benar-benar memastikan anaknya kuat untuk sekolah FDS. Kuat bukan sekadar fisik namun juga mental. Karena tidak semua anak betah lama-lama di sekolah.

4. Pihak Siswa
Dan kebijakan FDS ini akan menjadikan siswa 'eksperimen' kembali. Sejak gonta-ganti kurikulum dan program-program penuh kejutan diawal dan mlempem di jalan, FDS diharapkan tidak demikian pastinya. Siswa kembali akan memikul keberhasilan program ini. Siswa yang sudah senang dengan sekolahnya akan lebih senang dengan sekolahnya karena bisa berlama-lama. Sedang siswa yang tidak senang, FDS bisa menjadi neraka.

Sisi positifnya tentu siswa akan mendapat life-skill dan pengayaan akademik dan non-akademik. Hal-hal yang tidak cukup diajarkan dengan jam sekolah konvensional. Mulai dari kursus, ekstrakurikuler, sampai program siraman rohani kabarnya akan dicanangkan. 

Negatifnya, siswa harus benar-benar kuat menerima semua ini di sekolah. dalam hal ini, kuat secara fisik dan mental. Karena program-program tadi bisa saja didapat di luar sekolah. Dan faktor psikologis bosan di sekolah bisa saja terjadi.
Help - ilustrasi: metrovaartha.com
Dan lumrah jika sebelumnya FDS dikaji lebih detail. Dari sekolah swasta yang sudah menerapkan FDS harusnya sudah bisa didapat gambaran detail aa yang sebenarnya didapat dengan FDS. Dan saya kira tidak kurang referensi ilmiah yang sudah meneliti dampak baik dan buruk FDS di sekolah swasta. Pihak Kemendikbud harus benar-benar mendalami hal ini untuk pilot project yang hendak dilaksanakan.

Publik kiranya boleh mengemukakan keberatan setelah kajian literasi yang ada dan pilot-project dianggap kurang memuaskan. Dengan persebaran pendidikan yang timpang di negri ini, FDS bisa membuat washback yang buruk. Banyak dampak FDS yang malah menjadi blunder jika diterapkan di daerah terpencil misalnya. Saat siswa harus berjalan 10 KM ke sekolahnya. Bayangkan mereka harus pulang pukul 5 sore menyusuri hutan. Hal ini berkebalikan tentunya di kota besar. Pulang pukul 5 sore berarti anak benar-benar aman di sekolah sampai mereka pulang ke rumah.

Orangtua pun harus semakin kreatif memanfaatkan kebersamaan dengan anak. Orangtua harus rela mempercayakan pendidikan anak di sekolah selama 10 jam anak di sekolah. Namun harus selalu diingat, manfaatkan dengan baik 2 hari libur anak di akhir pekan. Isi kegiatan positif dengan kedekatan hati di hari Sabtu-Minggu. Jangan malah memanjakan anak benar-benar libur dan sekadar tidur dan bermain game atau gadget.

Kebijakan akan belum terasa bijak jika kemanfaatannya tidak dirasakan. Berfikir negatif 
akan suatu kebijakan pun bisa mengaburkan perspektif positifnya. Namun terlalu yakin akan kebijakan baru pun bisa mementahkan kritik yang sejatinya membangun. Memposisikan perspektif diatas dengan mengawasi segala aspek dan variabel yang terlibat akan lebih bijak. Dan akan lebih berguna lagi, jika ada kontribusi nyata menyoal kebijakan FDS ini. 

Mungkin tulisan saya bisa memberikan hal ini.

Salam,

Wollongong 15 November 2016

07:00 am
(Reblog dari Kompasiana disini)

Saturday, November 12, 2016

Pixel, Substitusi Ara dan HTC serta Pesaing iPhone 7

Pixel, Substitusi Ara dan HTC serta Pesaing iPhone 7

Google Pixel phone - foto: appleinsider.com
Akhirnya, Google merilis smartphone miliknya sendiri. Bukan "numpang" nama pada Nexus atau HTC atau LG. Tapi benar-benar smartphone Google sendiri bernama Pixel. Boleh dikatakan Pixel adalah substitusi Ara dan HTC secara detail. Smartphone besutan asli Google ini 'di-benchmark' premium. Namun, di pasar apakah Pixel bisa bersaing dengan iPhone 7?

Jeroan Pixel cukup mumpuni. Disematkan RAM 4 GB dan ROM 32 GB, Pixel didorong CPU Adreno 530 pada chip Snapdragon 821 dengan CPUquad-core 1,6 Ghz. Layar 5,5 inchi dengan Gorilla Glass 4 menampilkan 16 juta warna dengan kepadatan pixel 534. Kamera belakang ber-mega pixel 12 dengan kamera depan 8 MP. Dengan shutter f/2/0 cukup lumayan karena dilengkapi laser auto fokus. Fitur metal unibody dibuat splash dan dust proof. Dikabarkan fitur fast-charging bisa mengisi penuh baterai cukup 15 menit. 

Sepertinya Google Pixel adalah substitusi dari Ara phone. Ara phone adalah smartphone modular atau bongkar-pasang. User bisa memakai part atau bagian yang penting saja sesukanya, Namun project Ara phone dihentikan pada September bulan lalu tanpa alasan pasti. Persis seperti Google Glass yang terhenti di medio 2015 lalu. Selengkapnya dapat dilihat di artikel tentang Ara Phone dan Google Glass. 

Pixel sejatinya adalah hasil karya engineer HTC. Namun, HTC dengan skala produksi yang tidak banyak. Serta banyaknya keluhan user, Pixel sepertinya menjadi jalan keluar Google. Walau HTC sudah mengeluarkan debut HTC 10, namun sepertinya kalah saing dengan iPhone7. Ditambah, menurunnya saham HTC di pasar membuat HTC berada di ambang gulung tikar. Google Nexus pun sepertinya sudah usang. Dengan update Android yang cenderung lama, Pixel akan dijalankan dengan Android Nougat.

Dengan dirilisnya iPhone7, apakah Pixel bisa menjadi pesaingnya? Secara resmi, PIxel akan dirilis pada tanggal 20 Oktober nanti. Sedang Apple sudah sejak 3 bulan lalu sudah membuat promosi besar untuk iPhone7. Dalam hal promosi, Pixel sepertinya kalah saing dalam hal timing dan durasi. Namun, untuk pasar smartphone pada umumnya, kebaruan menjadi penting. Saat orang melihat banyak cela di iPhone7. Mungkin Pixel adalah jawaban untuk mendapat smartphone yang lebih baik.

Dalam video promo Pixel bahkan menyinggung iPhone7. Saat iPhone7 menghilangkan jack 3,5 mm dan membuat earbud untuk wireless audio. Pixel masih menyematkan audio jack 3,5 mm ini. Dalam bermain warna unibody, Pixel memberi opsi warna yang cukup nyleneh Really BlueQuite Silver, dan Very Black. Dan untuk harga, Pixel tidak akan lebih mahal dari iPhone7. Diprediksi kisaran Pixel akan berada di $650. Jauh di bawah iPhone7 yang berada di kisaran $1,000.

Dan bagi pengguna Android, Pixel menjanjikan kebaruan. Baik dari segi brand, OS dan spec. Namun dalam hal daya saing, apakah Pixel hanya sekadar proyek seperti Google Glass yang berhenti di tengah jalan? Kita tunggu saja.

Referensi: cnet.com | gsmarena.com | theverge.com

Salam,

Wollongong, 12 November 2016

03:00 pm
(Reblog dari Kompasiana disini)

Wednesday, July 6, 2016

BlackBerry Priv, Sebuah Langkah Putus Asa?

BlackBerry Priv, Sebuah Langkah Putus Asa?

BlackBerry Priv Android Phone - ilustrasi: indianexpress.com
Sudah setahun lalu saya menuliskan tentang munculnya BlackBerry rasa Android (artikel disini). Dan ternyata, Blackberry pun muncul di kuartal ketiga tahun ini. Dengan berjuluk Priv (privacy atau privilege), Blackberry akhirnya menelurkan smartphone-nya (lagi). Terlepas dari 'gagalnya' Blackberry Passport dengan OS BlackBerry 10, Priv pun ikut saja tren yang ada. Kenapa tidak menyematkan OS Android 5.1.1 Lollipop? Saat semua orang kini lupa kalau Blackberry memiliki hand-held device, Priv adalah pembuktinya. Karena tahun lalu, penjualan smartphone Blackberry hanya 800,000 buah saja. 

Siapa tahu, dengan menyematkan Android sebagai OS dalam Priv, BlackBerry bisa terkenal lagi sebagai vendor smartphone. John Chen sebagai CEO BlackBerry akhirnya mengambil langkah putus asa ini. Ia mungkin tidak ingin BlackBerry hanya dikenal sebagai developer aplikasi instant messaging, BBM. Namun BlackBerry masih bisa membuat smartphone. Walau harus meng-KO OS mereka sendiri. Setidaknya BlackBerry bisa ikut pasar smartphone dunia, sekali lagi. Walau cara tersebut sah-sah saja. Terlihat sebuah keterpaksaan. Sembari melepas eksklusifitas dan isu-isu data-breaching yang menimpa BlackBerry sebelumnya.

Jangan meremehkan dulu Priv yang dibesut BlackBerry. Karena jika di-benchmark, maka Prive sendiri ke dalam smartphone mid-to-high-end level. Dengan harga kisaran USD 400 di US sendiri, Priv memiliki spec yang termasuk baik. Layarnya sudah menggunakan Amoled selebar 5,4 inchi dengan kepadatan pixel mencapai 540 mpi. Layarnya pun sudah curve serupa Galaxy S6 Edge. Walau fungsinya tidak banyak, tapi jika dilihat sekilas Prive sudah up-to-date untuk layar.

Jika membongkar isi Prive sendiri ia tidak kalah cepat dan canggih. Dengan processor 64 Hexa-Core 808 SoC rilisan Qualcomm Snapdragon, multitasking aplikasi tentu terasa ringan. Dalam pengukuran benchmarking performa, Prive mengalahkan Google Nexus 5 dan sedikit lebih lambat dari Samsung Galaxy Note5. Plus, RAM Prive pun sudah menggunakan ukuran 3GB. Ditambah, storage data bawaan yang sudah 32 GB. Untuk mendukung performa, baterai yang disematkan berkapasitas 3,401 mAh. Sebagai tambahan, Priv juga memiliki sistem QuickCharge 2.0 dan wireless charging.

Untuk spesifikasi kamera, Prive pun termasuk mumpuni. Dengan kamera belakang 18 MP dan depan 2 MP, merekam video 4K tidak terlalu sulit. Lensa untuk kameran 18 MP sudah menggunakan lensa Scheinder-Kreuznach buatan Jerman. FYI, Scheneider-Kreuznach merupakan perusahaan pembuat lensa untuk kamera digital untuk fotografi professional. Frame kamera 18 MP pun sudah memiliki kecepatan 60 fps. Ditambah dual-color LED flash dan image-stabilizer, foto tidak akan banyak memiliki sinar biru-kuning yang muncul.

BlackBerry Prive QWERTY Keyboard - foto: engadget.com
Yang unik dari Priv tentunya adalah keyboard fisik. Seolah tidak ingin meninggalkan kesan old-skool BlackBerry pada masa jayanya. Atau meninggalkan jejak BlackBerry Passport, Priv memiliki slide-open QWERTY keyboard. Bagi mereka yang masih tidak pas dengan touch-screen keyboard, hal ini mungkin menarik. Keyboard ini tersembunyi dibalik casing layar yang membekapnya. Sehingga jika keyboard fisik digunakan, maka Priv akan terlihat lebih panjang.

Apa pun itu, usaha BlackBerry patut diacungi jempol. BlackBerry masih coba bertahan sebagai vendor smartphone. Bukan hanya sebagai developer BBM, BlackBerry masih bertahan dengan hand-held gadget. Mungkin masih hangat bagaimana Playbook BlackBerry nyungsep saat Samsung Tab dan iPad berjaya. Dengan Priv ber-OS Android, BlackBerry terus mencoba menjadi dirinya sendiri. Walau eksklusifitasnya sudah mulai runtuh, BlackBerry mencoba mengalihkan pandangan konsumen. 

Untuk saat ini, pasar Indonesia sepertinya belum subur untuk BlackBerry, apalagi Priv. Karena BlackBerry yang diberi codename Z3 Jakarta saja tidaklah booming pada waktu itu. Kita nanti saja.

Salam,

Solo, 06 Juli 2016

08:30 pm
(Reblog dari Kompasiana disini)

Monday, July 4, 2016

Hal yang Harus Diketahui Orangtua  Soal Sharenting

Hal yang Harus Diketahui Orangtua Soal Sharenting

Share Baby Photo - ilustrasi: beckermanpr.com
Sudah beberapa kali notifikasi Facebook terlihat di HP seorang ibu. Duh, betapa senang hati si ibu. Foto anaknya yang baru saja bisa jalan mendapat hampir 50 . Foto itu baru saja diunggah pagi tadi. Komentar dari beberapa orang teman pun terlihat. Ah, nanti saja membalas komentar kalau sudah banyak fikir si ibu. Besok-besok foto dan video anaknya yang bisa jalan akan ibu ini unggah lagi di Facebook. Betapa senang nanti juga nantinya hati si ibu.

Pernahkah ilustrasi diatas Anda lihat atau alami sendiri? Seperti sudah menjadi insting orangtua, bahwa anaknya adalah anak terhebat. Ia akan tumbuh menjadi seorang yang hebat. Dan orang harus tahu hal ini. Dengan media sosial serupa Facebook, Twitter, Instagram, Path, dll, berbagi kegembiraan tidak ada salahnya dengan meng-upload foto anak-anak kita. Atau, dengan berbagi cerita melalui Blogspot, Wordpress, dsb soal sulitnya anak kita berhenti mengompol. Menjadi cara berbagi kehidupan dan cerita seorang anak, secara online.

Satu atau dua kali berbagi foto atau cerita tentang ‘nakalnya’ anak kita mungkin masih wajar. Bagaimana jika berbagi seperti ini menjadi sebuah adiksi. Maka bisa saja Anda terjangkit sindrom sharenting. Sharenting secara harfiah adalah blending dari kata share dan parenting. Sebuah istilah urban untuk orangtua yang terlalu berlebih berbagi semua hal tentang anak mereka secara online.

Sisi Negatif Sharenting

Tentunya hal pertama yang terlihat dari (over)-sharenting adalah privasi anak kita yang dilanggar. Pernahkah Anda membayangkan ketika anak Anda dewasa dan melihat album fotonya di Facebook yang begitu banyak? Untuk saat ini foto-foto ini menjadi momen terindah yang dibagi. Bagaimana dengan di masa depan? Atau lebih mengkhawatirkan, anak Anda nanti akan di-bully. Karena teman-teman sekolahnya tahu foto saat anak mengompol diantara ratusan foto dalam album Facebook Anda.
Figur 1. Polling C.S Mott Children's Hospital on Children's Health: 2015
Sebuah riset dari AVG mengungkap bahwa lebih dari sepertiga anak di Inggris mendapatkan foto mereka diunggah di sosmed oleh orangtua mereka. Rata-rata anak sudah memiliki digital footprint bahkan sebelum gigi mereka tumbuh. Peran ayah dan ibu pun terbukti sama dalam sharenting di internet. Riset Brandwatch menyimpulkan bahwa 43% posting sharenting di sosmed dilakukan oleh si ayah. Lebih mengejutkan, hasil survey dari 2,000 pengguna sosmed yang dilakukan The Parent Zone menemukan bahwa rata-rata orangtua akan mem-post 1,000 foto anak mereka sebelum anak berusia 5 tahun.

Dampak lain yang lebih berbahaya pun bisa terjadi. Seperti kasus foto anak Ruben Onsu yang sudah terjadi. Foto-foto anaknya dari Instagram disalahgunakan oknum tidak bertanggungjawab. Foto anaknya menjadi iklan bayi yang diperjual-belikan online. Jangan-jangan foto-foto anak Anda juga diambil oknum seperti ini. Lalu dipajang di situs atau sosmed miliknya untuk menjadi iklan human-trafficking. Karena saat foto saat mengunggah online, maka foto atau video akan menjadi milik siapa saja. Akan lebih parah saat menjadi foto atau video menjadi viral.

Sisi Positif Sharenting


Tentu tidak selamanya berbagi itu buruk. Ada kalanya berbagi menjadi hal yang dibutuhkan baik anak maupun orangtua. Berbagi cerita tentang anak yang mengalami autisme di blog tentunya akan merangkul lebih banyak audiens untuk berbagi. Berbagi dengan orangtua dengan anak yang mengalami keterbatasan yang sama juga bisa dilakukan dengan hal ini. Berbagi tips, saran atau saling menguatkan tentu menjadi pelipur tersendiri dengan berbagi secara online. Atau mengundang simpati dan donasi mungkin juga bisa didapat. Walau tidak secara vulgar meminta donasi, masih ada tentunya orang yang mau mengulurkan tangannnya membantu secara materiil.

Saat orangtua menjadi semakin terisolasi, sosial media bisa mendatangkan rasa kebersamaan. Cepat dan instannya informasi tersebar di dunia maya, menjadikan orangtua selalu bisa berbagi 24 jam. Baik soal anaknya yang mengalami demam, atau membahas hari pertama anak masuk sekolah. Selalu ada saran dan cerita yang dirasa bermanfaat orangtua dari internet. Sesama orangtua serasa memiliki tugas yang sama. Walau secara fisik tidak pernah bersua, namun secara daring sudah bisa saling melengkapi.

 Walau informasi di dunia maya cepat berubah dan berlimpah, konsultasi untuk masalah krusial seperti kesehatan haruslah tetap hati-hati. Karena pola parenting setiap orangtua tentunya berbeda. Karena anak memang individu unik. Obat demam tertentu untuk satu anak, mungkin tidak cocok dengan anak yang lain. Pola asuh anak seorang psikolog tentu akan berbeda dengan pola asuh orangtua yang hanya lulusan SMP. Pada dasarnya, sharenting positif tetap akan menjadi dasar referensi untuk mencari informasi yang lebih valid.

Kurangi Sisi Narsistik, Demi Anak

Sosial media memang menjadi media narsistik orangtua. Siapa yang tidak bangga anaknya bisa berhitung. Lalu di-videokan untuk diunggah di Youtube. Tidak ada yang salah dengan hal tersebut. Mengekalkan momentum indah seperti ini memang wajar adanya. Namun jika video ini nanti disalah gunakan oknum tidak bertanggung jawab?
Find Us on Facebook - ilustrasi: psychcentral.com
Bijaklah berbagi semua tentang anak. Biarkan apa yang dirasa indah dengan orangtua dirasakan bersama. Mengabadikannya pun sewajarnya saja. Foto anak sedari kecil dicetak dan ditaruh di album keluarga akan lebih kekal memorinya. Betapa lucu saat anak memakai baju hadiah dari nenek-kakeknya waktu ulang tahu pertama. Memori yang dinikmati saat anak sudah beranjak besar. Dan betapa kasih sayang itu penuh untuk keluarga.

Angharad Rudkin, seorang psikolog keluarga menyatakan: “Saat ini banyak orangtua tidak bisa menikmati momen indah bersama anaknya. Mereka harus mengalaminya lebih dalam dengan mem-post-nya di Facebook. Jika Anda tidak bisa menikmati momen spesial bersama anak karena harus mengunggah foto diri Anda sendiri bersenang-senang, saatnya merefleksi diri. Pesan apa kiranya nanti anak kita fahami. Jika kebersamaan dengan anak saja tidak cukup indah? Haruskan posting itu menjadi pembuktiannya?”


Salam,

Solo, 04 Juli 2016

07:30 pm
(Reblog dari Kompasiana disini)

Friday, July 1, 2016

Nasib Taksi Berbasis Aplikasi Diiringi Tangis yang Kemarin

Nasib Taksi Berbasis Aplikasi Diiringi Tangis yang Kemarin

Time for Change - ilustrasi: impartnow.org
Hangatnya matahari
Membakar tapak kaki
Siang itu di sebuah terminal yang rapi
Wajah pejalan kaki
Kusut mengutuk matahari
Jari-jari kekar kondektur genit
Kau dadahi
Dari sebuah warung wc umum
Irama melayu terdengar akrab mengalun
Diiringi deru mesin-mesin
Diiringi tangis yang kemarin
(Terminal - Iwan Fals & Franky Sahilatua)
Sebuah penggambaran jumudnya terminal di kota besar. Saat semua orang menderu diiringin mesin-mesin. Setiap orang dengan keluh dan upayanya untuk terus hidup berkumpul di terminal. Semua orang mengikuti arus jaman demi dapur ngebul. Sebuah deskripsi dalam lirik lagu Terminal Iwan Fals yang coba menggambarkan era industrialisasi. Lagu yang muncul di medio 80-90-an pas sekali menggambarkan nuansa kota besar. Kota yang jantungnya bergerak di pasar, terminal dan pabrik-pabrik. 

Generasi industri ini pun tak luput dari tangis kemarin. Tangis generasi agraria. Generasi ayah-ibu, kakek-nenek dan moyang yang agraris hanya bisa rela melepas generasi baru berpacu di dunia industrialis. Sawah warisan ayah pun dijual agar sang anak bisa merantau ke kota besar. Sawah warisan yang nantinya juga akan berganti dengan beton perumahan. Tangis yang tidak bisa dibendung. Bukan keinginan generasi dulu. Namun jaman memang sudah berubah.

Manusia dengan pemenuhan ekonominya akan berevolusi seiring jamannya. Setiap era memberikan manusia cara kreatif dan sporadis guna memenuhi kebutuhannya. Era industrialisasi masih ada. Namun seperti sebuah perjalanan, era ini memasuki senjakala. Era industri berganti menjadi era teknologi informasi. Manusia pun bergerak spontan dan serentak menyambutnya. Teknologi dan informasi merangkak masuk diam-diam ke segitiga Maslow paling bawah. Membeli gadget menjadi kebutuhan primer. Tanpa gadget, jangan heran ada stigma manusia kuno.

Sharing Economy, Wartel dan Warnet

Kasus GoJek, Uber dan Grab Taxi saya anggap akan tetap mengundang tangis kemarin. Tangis pelaku ekonomi transportasi konvensional yang akan tetap ada. Mau tidak mau. Ikhlas tidak ikhlas. Sharing economy serupa aplikasi transportasi online bukan lagi kenisbian. Manusia dan pemenuhan ekonominya bergerak sejajar dengan pergeseran era. Sulit menghindar dari perubahan. Menghindari kemajuan adalah bunuh diri. Dan tangis era agraris akan terganti dengan tangis era industrialisasi.

Sharing economy yang diterapkan Uber, AirBnB, Coursera dll menjadi tren global. Setiap orang ingin berbagi apa yang bisa mereka jual. Dari mulai kamar apartemen sampai kendaraan coba dikomersialisasi. Penyedia jasa serupa GoJek atau Uber melihat hal ini. Developer seperti mereka punya teknologi. Orang-orang seperti kita punya capital (modal/akomodasi/jasa). Kenapa tidak dipadukan demi mencapai nilai materi. Di atas S&K tertulis, pembagian uang jelas tertera. Semua pihak senang. Apalagi konsumen.

Sharing Economy - ilustrasi: fastcoexist.com
Konsep sharing economy yang kiranya dulu pernah diterapkan. Masih ingat dengan Wartel? Ya itulah gambaran sharing economy yang saya kira masih berupa embrio. Beberapa orang memiliki telepon. Penyedia telekomunikasi swasta menyediakan teknologi menghitung pulas terpakai. Jadilah sharing economy antara empunya pesawat telpon dan teknologi argo pulsa. Konsumen serupa saya pun senang akan hal ini.

Namun semua tergerus saat handphone hadir. Teknologi nirkabel ini menggerus Wartel secara brutal. Pengusaha Wartel bangkrut. Konsumen mana perduli. Karena ada medium baru yang lebih efisien, efektif dan pada saatnya nanti murah. Handphone di awal tahun 2000an tumbuh pesat. Setiap orang mengganti mulai dari pager sampai Walkman dengan handphone. Tangis kemarin pemilik Wartel masih terngiang waktu itu. Namun tidak saat ini.

Hal yang hampir mirip terjadi dengan Warnet saat modem menjamur. Setiap orang lupa kalau tahun 2003-2004 sering browsing di Warnet. Mereka lupa saat pertama kali membuat akun Facebook tahun 2008 di Warnet. Atau asik chatting dengan Yahoo Messenger di Warnet sampai tengah malam dengan paket hemat. Atau saat mreka sibuk mengisi pernak-pernik Friendster, sampai lupa tagihan Warnet sudah menyentuh digit puluhan ribu. Karena kini dengan smartphone ditangan, semua dilakukan. Warnet tergerus. Ada tangis pengusaha Warnet.

Adakah yang Akan Menggerus GoJek/Uber/Lyft?

Dari ojek, angkutan umum dan taxi konvensional kini berteriak. Mereka akan segera mengucurkan tangis. Karena tanah mereka menggarap ekonomi mereka segera direbut. Transportasi berbasis aplikasi menjadi pilihan konsumen. Konsumen makin cerdas dan canggih. Namun pengusaha transportasi konvensional tetap di comfort zone-nya. GoJek yang sudah hadir dari tahun 2010 tidak diwaspadai gojek konvensional. Saat mereka besar ditambah developer asing ikut rembug ke pasar domestik, baru mereka berteriak. Melarang industri berbasis era informasi teknologi seperti ini menjadi mustahil. Tangis mulai terdengar.

Konsumen malah semakin risih pengusaha transportasi bergerak tidak simpatik. Mogok atau berbuat anarki pada usaha rival mereka menjadi cara kotor bersaing. Sebaliknya konsumen semakin simpatik pada moda transportasi berbasis teknologi. Accesability (aksesabilitas) menjadi kunci utama konsumen. Dimanapun dan kapan pun mereka bisa memesan taxi/ojek. Juga certainty (kepastian) baik nominal ongkos dan sampai tujuan menjadi nilai lebih bagi konsumen. Beda dengan sebagian taxi/ojek di kota besar yang argonya bisa diakali. Juga beberapa tindak kriminal dari beberapa oknum taxi/ojek yang menjadi momok.

Project Hyperloop - ilustrasi: newyorker.com
GoJek, Uber dan Grab Bike/Taxi menjadi pilihan kaum urban. Konsumen tidak pernah salah memilih sarana yang buat mereka mudah dan pasti. Namun apakah usaha ini akan tergerus. Tentunya. Era teknologi komunikasi akan terus bergerak. Ekonomi pun bergerak sejajar dengannya. Pengusaha ingin meraih untung sebanyak-banyaknya. Dasar dari konsep ekonomi kapitalis yang tentu akan tetap ada. Siapa pula pengusaha ingin rugi.

Driverless car Googletaxi Lyft tanpa pengemudi, drone yang bisa mengangkut manusia atau Project Hyperloop Elon Musk bisa saja menjadi penggerus developer serupa GoJek. Lama memang untuk hilangnya transportasi berbasis aplikasi. Karena toh aplikasi akan tetap menjadi platform yang menjembatani konsumen dan developer teknologi. Walau secara aplikatif, medium yang menjadi moda transportasi tidak sesederhana saat ini. Namun tangis Uber taxi atau Gab Bike akan mulai terdengar ketika masa itu tiba.

Regulasi Tidak Akan Merubah Banyak

Menhub Jonan pun turun rembug menyoal senjakala moda transportasi masal ini. Ia menegaskan tidak ada aturan hukum untuk moda transportasi berbasis aplikasi ini. Dephub meminta Kemenkominfo memblokir aplikasi moda transportasi online. Namun di satu sisi, Rudiantara sebagai Menkominfo mendukung model transportasi serupa GoJek atau Uber. Namun demi memfasilitasi 'dapurnya' banyak orang. Akan ada aturan yang mungkin mengatur jumlah mobil/motor berbasis sharing economy ini. Karena toh konsumen yang menggerakkan roda ekonomi.

Kasus serupa Uber taxi sudah menjadi fenomena di banyak negara. Banyak pengemudi taxi konvensional yang menolak. Pemerintah lokal pun menengahi. Pemerintah kota Calgary dan Vancouver melarang Uber beroperasi. Supir taxi konvensional di kota Toronto, Montreal dan Ottawa pun berdemonstrasi menolak Uber taxi beroperasi. Begitupun di kota Austin Texas, dimana Lyft juga akhirnya dilarang dengan alasan tidak masuk akal. Namun fakta berkata lain. Taxi Uber lebih dipilih konsumen disana karena 36% lebih murah dari taxi konvensional. Di akhir tahun 2015 lalu, London pun telah melegalkan Uber untuk beroperasi. Walau konflik Uber vs taxi konvensional tetap terjadi.
Uber VS Taxi - ilustrasi: caradvice.com.au
Perubahan akan tetap terjadi. Konsumen dan penyedia layanan moda transportasi harus berbenah. Berpacu dalam menyelaraskan teknologi dan moda transportasi yang ada dan baru menjadi keharusan. Konsumen menuntut moda trasnportasi aman, nyaman, dapat diandalkan dan murah. Roda ekonomi akan terus berputar. Namun roda ekonomi akan melambat bagi perusahaan transportasi yang minim inovasi. Merongrong pemerintah bukan menjadi alternatif kuratif kondisi yang ada. Sebaliknya, membuat konsumen semakin meragu.

Tangis dari tiap jaman akan terus terjadi. Karena manusia berinovasi. Era akan berubah. Dan manusia dan segala yang turut menyerrtainya akan berubah. Namun keinginan moda transportasi aman, nyaman, murah dan dapat diandalkan tetap sama. Mulai dari jaman lokomotif uap, kereta listrik sampai kereta super cepat adalah contoh manusia yang bergerak ekonomi dan teknologinya. Dunia akan semakin sempit dengan transportasi yang kian cepat.
Diiringi deru mesin-mesin (yang kian senyap)
Diiringi tangis yang kemarin
Salam

Solo, 1 Juli 2016

02:00 am
(Reblog dari Kompasiana disini)