Monday, March 21, 2016

Facebook, Bukan Lagi Sosial Media Yang Kita Duga

Facebook, Bukan Lagi Sosial Media Yang Kita Duga

(ilustrasi: infinitesm.com)
ilustrasi: infinitesm.com
Saat membicarakan medsos atau media sosial, setiap orang akan selalu terpatri fikirannya dengan Facebook. Mogul teknologi yang kini merambah bukan hanya sekadar website pertemanan, Facebook mulai memasuki setiap relung kehidupan kita. Saat kita ingin berkirim chat singkat, Facebook telah membeli Whatsapp. Saat kita ingin membagi momen indah dengan foto, Facebook sudah punya Instagram. Semua barang sekarang terlihat jelas di laman News Feed Facebook, dan bukan status teman kita yang jumlah ribuan atau jutaan. Bahkan nantinya, setiap smartphone yang terinstall aplikasi Facebook akan mampu merekam panggilan nomor masuk dan keluar. 

Bahkan, kebutuhan krusial era IT akan berita aktual dan faktual kini diam-diam Facebook coba rangkul (baca: kuasai). Mengingat betapa trending dan traffic berita aktual atau tagar #BreakingNews di internet, Facebook mencoba mengintegrasikan situs berita ke dalam websitenya. Dengan kata lain, Facebook user tidak perlu repot berkunjung ke satu portal berita. Karena di laman News Feed Facebook sendiri akan tersedia konten berita tersebut.

According to the New York Times: "In recent months, Facebook has been quietly holding talks with at least half a dozen media companies about hosting their content inside Facebook rather than making users tap a link to go to an external site... .(berita: techradar.com)

Facebook, Menjelma Menjadi Google Saat Google inc sibuk membuat paten dan uji hands-on Google Glass, Facebook tidak berbuat banyak. Dengan mudah Zuckerberg cukup membeli Oculus Rift. Vendor virtual reality andalan Facebook ini kabarnya akan mengoptimalkan pengalaman memainkan game di Facebook. Ingat, cuma di Facebook bukan website lain. Begitupun saat BBM merajai aplikasi chat messanger, Facebook tidak berbuat banyak. Cukup dengan miliaran dollar yang ia punya, Facebook membeli Whatsapp. Suatu saat nanti, bisa saja akan ada integrasi Whatsapp dengan Facebook Messenger. Satu hal yang patut kita waspadai. Facebook, selain sudah merambah sisi pribadi kita mulai mau merambah (baca: mengatur) hidup kita. 

(ilustrasi: ideafaktory.com)
ilustrasi: ideafaktory.com
Saat kita berseloroh tentang foto-foto liburan yang kita unggah di Facebook, ia pun akan meampilakan iklan destinasi wisata favorit untuk kita. Dengan harga terjangkau, tiba-tiba ada iklan travel agency yang muncul di News Feed kita. Tiba-tiba pula, ada aplikasi wisata dengan beberapa teman kita yang me-like aplikasi tersebut. Dari waktu ke waktu, saa teman-teman kita me-like foto-foto kita ada keingingnan untuk mengklik iklan atau aplikasi yang muncul setiap saat. Jadilah, Facebook sebagai Google baru kita.  

Segala yang bisa Google, atau bahkan internet, lakukan semua bisa dilakukan di Facebook. Lalu, layakkah Facebook tetap dilekatkan dengan jargon sosial media. Saat yang Facebook lakukan adalah, menjual produk dan layanan, melacak semua hal tentang kita, mengkoneksi smartphone kita, bahkan mencatat nomor kontak kita di smartphone nantinya. Seolah, Facebook tahu benar apa dan bagaimana hidup harus dijalani. Atau dalam istilah 'It's my way, or the highway'. Satu saat nanti, Facebook akan kena batunya. Pengalaman seperti ini juga dijumpai pada raksasa internet seperti Google. 

Mogul teknologi seperti Google pun pernah tersandung kasus monopoli konten di search engine-nya. Pada salah satu bocoran dokumen US Federal Trade Commission terungkap bahwa Google akan tidak menampilkan satu website jika konten website tersebut tidak boleh digunakan Google. Monopoli yan tidak suportif ini sempat digugat di US, namun menemui jalan buntu. Dan ke depan, Google pun akan menerima gugatan dari Uni Eropa dengan kasus yang serupa. Facebook sepertinya juga akan tersandung hal yang sama. Saat privasi pengguna terganggu dan monopoli internet mulai terendus, bukan tidak mungkin Facebook tersandung. Seolah tidak mau belajar dari kasus-kasus 'monopoli internet seperti CompuServe dan AOL, baik Google dan Facebook bermain api. 

Saat raksasa internet seperti Google akan tunduk pada fungsi sesungguhnya internet sebagai media bebas bereskpresi dan bukan menjual dan mengatur hidup seseorang. Facebook pun wajib belajar tentang hal ini. Jargon sosmed yang melekat pada Facebook akan segera meluntur. Dan entah ia akan menjelma menjadi seperti apa? Atau malah hancur? 


Artikel tentang Facebook dari saya:
Salam,

Solo, 21 Maret 2016

09:00 am
(Reblog dari Kompasiana disini)

Thursday, February 18, 2016

Ada Bahaya Mengintai di (Facebook) Internet.org

Ada Bahaya Mengintai di (Facebook) Internet.org

14301708211774280253
(ilustrasi: archy-news.com)
Saat Anda mendengar situs internet.org, berarti Anda akan mendapatkan akses internet gratis. Iya, betul gratis alias cuma-cuma. Sebuah gagasan sang maestro brilian Facebook, Zuckerberg untuk mengratiskan akses internet. Dengan dasar charity (hibah), internet.org memfokuskan jasa akses internet untuk orang-orang kelas menengah bawah.

Dimana akses internet yang cukup mahal, saat ini hanya bisa dirasakan kalangan menengah dan atas, internet.org memungkinkan orang kalangan ekonomi lemah mengakses internet. Dengan didukung dari provider lokal, Facebook dengan internet.org memberikan akses gratis browsing internet. Tanpa paket akses data dengan biaya yang cukup mahal, akses internet.org memberi orang miskin akses internet gratis.

Beberapa negara berkembang, seperti India dan Indonesia menjadi 'penerima' hibah internet.org. Provider lokal akan diberikan akses gratis ke internet.org, tanpa syarat dan ketentuan. Airtel India telah men-dealkan simbiosis 'mutual' dengan internt.org ini. Mungkin contoh riil, provider Indonesia yang saya bisa lihat adalah dengan Indosat. Indosat memberikan akses gratis internet selama ia menjadi pelanggan Indosat. Sepertinya pun, akses ini tanpa harus membayar paket data internet tertentu. Paket o.facebook.com adalah salah satunya untuk akses gratis ke Facebook. Kini ada internet.org, maka akses ke internet pun akan gratis. Namun Anda harus hati-hati.

Internet.org adalah Facebook, Facebook adalah Internet.org

Protes dan kritik pedas dituai internet.org di India. Dengan menggandeng provider lokal Airtel, internet.org memang memberikan akses gratis ke orang dengan ekonomi lemah. Namun nyatanya, tidak ada yang namanya gratis. Saat orang mengakses internet.org mereka memang akan mengakases internet. Bukan Google yang akan mereka temukan, namun Bing. Bukan website-website unggula yang juga akan mereka temukan. Namun website yang sudah berafiliasi dengan Facebook agar 'disertakan' dalam internet.org. Sederhananya, internet.org adalah versi mini (dan penuh iklan) dari Google.

Akses internet dari provider untuk mengakses internet.org dari Facebook ini seolah-olah gratis. Namun pada akhirnya, orang-orang dari kalangan menengah harus membayar untuk jasa atau aplikasi tertentu dalam internet.org. Ditambah lagi saat mengakses internet.org, sebenarnya mereka mengakses Facebook. Dengan jumlah iklan dan jasa yang serupa, banyak orang bingung membedakan Facebook dengan internet.org. Dan di India sendiri, ada sekitar 750.000 orang menuntut agar layanan ini dihentikan karena membawa banyak kerugian. Apalagi jika target konsumennya adalah penduduk miskin India.

Teori Varian dan Mindset Bisnis Facebook Yang 'Mengerikan'

Google sendiri saat ini memang memimpin bisnis iklan dari dunia internet. Sedang Facebook yang dahulu hanya sebuah aplikasi media sosial telah berubah menjadi pesaing Google. Google banyak menyandingkan gaya bisnisnya pada teori Varian. Hal Varian, seorang kepala divisi ekonomi Google, membuat prediksi ekonomi masa depan. Apa yang saat ini orang-orang kaya miliki, akan dimiliki orang-orang kelas menengah 5 sampai 10 tahun dari sekarang. Jika akses internet sudah banyak digunakan kalangan atas dan menengah, maka bukan tidak mungkin hal ini yang terjadi 5 tahun ke depan.

Namun yang terjadi dengan pesaing Google, Facebook, adalah mindset bisnis yang agak 'mengerikan'. Akses internet.org yang gratis pada permukaannya, adalah cara mengeksploitasi orang-orang kalangan bawah dengan maksimal. Dengan jumlah kalangan menengah bawah yang lebih banyak dari kalangan atas dan menengah, pasar ini adalah pasar yang potensial. Saat mereka tanpa sadar senang dengan akses internet gratis, merekapun disuguhi tawaran iklan dan akses yang lebih dengan merogoh sedikit uang atau pulsa mereka. Ditambah, fitur dan layanannya pun sangat dibatasi. Hanya developer dan situs yang membayar ke internet.org yang dapat memasanga layanan jasa dan iklannya di internet.org.

Walau praktik-praktik 'monopoli' ini sering terlihat pada raksasa teknologi seperti Google dan Microsoft, kini Facebook dengan 'instan' membuat pola yang sama. Saat akses gratis adalah praktik persaingan tidak sehat usaha, kecaman pun dituai. Di India sendiri, beberapa politisi India mengkritik keras internet.org ala Facebook ini. Ketua Odisha di distrik Delhi mengecam hal ini dengan menyatakan '.. Jika Anda (internet.org) mendikte apa yang orang-orang miskin harus dapatkan, Anda telah mencabut hak untuk mendapatkan apa yang layak untuk mereka.'

Artikel terkait dari saya

Referensiquartz.com | theguardian.com

Salam,

Solo, 17 Februari 2016

03: 30 pm
(Reblog dari Kompasiana disini)

Wednesday, June 4, 2014

Alert! Facebook Starts to Legally Prey On Your Children

Alert! Facebook Starts to Legally Prey On Your Children


(Illustration: 1a20.com)
(Illustration: 1a20.com)

How desperate Facebook is today. Since its decline of by the end of 2013. The deliberate act of signing of for good by users will reach 80% by the end of 2015. And it would leave an empty and hollow site as Friendster had (see further on my article Like Friendster, Will We Say Goodbye to Facebook?). And seems that Facebook are alert of such decline. They now are declaring to suck in children under 13 years old to open a Facebook account. Children are being prey to the monstrosity of being social in the internet. And by far has confined children in a world called 'social'. Where children are actually alienated in Facebook. Facebook is fastening its pace to lure children to open an account 'legally'.

And on Thursday (June 29, 2014) a Facebook spokesperson said they had filed a patent of application that allowed children to open an account behalf of parents' consent. Though it triggers discredit. The application had been filed in US Patent Office. And the file had been registered since November 2012. It is explained that the application will allow a strict supervision from children's parents. Their children's account in Facebook thus is being watched and scrutinized on daily basis. And their parents will be advice directly by Facebook if anything goes 'wrong'.

"Child safety advocates, policymakers and companies have discussed how best to help parents keep their kids safe online," said a Facebook spokesperson in a statement sent to the Guardian. "Like any responsible company, we looked at ways to tackle this issue, but a patent application based on two-year-old research is not a predictor of future work in this area." (read: theguardian.com)

As Children Become 'Social' in Facebook

Though in fact many children without any their parents' consent made Facebook account. Such 'improvement' Facebook try to apply in the forthcoming application for children have highlighted much concern. This application will solely tell parents that it is OK for your children to be in Facebook. As long as parents' have oversight on the account, everything will be OK. Unfortunately, for many parents they will not have time 'socializing' in Facebook. Children have much time playing, while their parents work.

And if there will be something 'wrong' with their children being 'social' in Facebook. And Facebook report to parents that the mischief of being social force the children's account to be shut off. The children will simply whine and ask their parents to start a new account once more. It's that simple for children. Especially for parents who spoiled their children. This will harvest problem in the future I think. And children will simply do anything fun in Facebook. Though it might seen as harmful, like playing games that requires in-apps purchase. Parents will spend a lot of money paying such entertainment. And this had happened to Google Play, and parents are putting law suit against this. (read: Google Hit With Lawsuit Over Children's In-App Purchases, Mashable)

In addition, children under 13 who are supposed to play outside and dwell with friends, are alienated by such Facebook application. As there will be their parents' permission to be in Facebook, children would simply love being 'social'. And their time will probably spend searching, chatting or even playing games in Facebook. Children will be succumbed to their Facebook account.

Surely such 'disastrous' phenomenon will take away the children's innate behavior. To play outside and explore the world, will probably happen. They will be forced to dwell inside a box named the internet. And will loose the sense of playing with friends or quarreling with peers. The actual life skills to life will be intentionally replaced by Facebook. The actual world will be replaced by the placebo of having fun in the social world called Facebook. It is where children actually interact with machine or human played as machine. It is where interaction is merely a stimulus-response action. It is not the real world where children interaction is complex and unique.

Should Children and Parents In Indonesia Be Aware of This?

It is likely so. Unfortunately, the improvement in technology does not goes well with the parents' concern and awareness. The internet which grows faster than the awareness and concern of its users in Indonesia, has actually crippled Indonesian people. They can have the technology at their disposal, but only few recognize and actually concern of issues derived from the internet. Sadly, there are over 30 million Indonesian children and adolescent in the internet today. As it is a report from UNICEF and Ministry of Communication and Informatics of Indonesia.

Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama UNICEF mengungkapkan 30 juta anak-anak dan remaja di Indonesia merupakan pengguna internet. Sementara itu, media digital telah menjadi pilihan utama saluran komunikasi yang digunakan.
Studi yang didanai oleh UNICEF dan dilaksanakan oleh Kementerian Kominfo ini menelusuri aktivitas online dari sampel anak dan remaja usia 10-19 (sebanyak 400 responden) yang tersebar di seluruh Indonesia dan mewakili wilayah perkotaan dan pedesaan. (beritamerdeka.com)

And for sure, this should be a public and government concern. As in the case of Facebook children 'safety' application, parents in Indonesia should divert their children perspective of the social media. What should be defined as social is the actual playing and interacting in real world. Though Facebook offer a fantastic world to explore, just remember that children is naturally should play outside. They should see and learn in their own way about the actual world. And it should not be the social world of internet or even Facebook.

Parents should explain to their children that the internet is only a helping tool for us, human. And it is not the place where we actually live. And parents should be their children guide and friend at the same time. Introduce children to the world the actually life and dwell in forever. And Facebook, it is nothing but a place to play games.

Regards,

Solo, June 4 2014

11:08 am

(reblogged from Kompasiana, 4 Juni 2014, 01:57 pm)