Thursday, November 20, 2014

Aroma Perang Dinasti Mega-SBY Untuk Pimpinan DPR

Aroma Perang Dinasti Mega-SBY Untuk Pimpinan DPR

(ilustrasi: mozo.com.au)
(ilustrasi: mozo.com.au)
Aroma perang dinasti 'sakit hati' Megawati pada Susilo Bambang Yudhoyono sepertinya masih berlanjut. Dan kini, sakit hati itu seolah diwariskan secara implisit dalam pemilihan Pimpinan DPR. Dua dinasti parpol 'keluarga' atau oligarki Soekarnoisme ala Megawati dan Cikeasisme ala SBY, samar-samar terlihat. Semua tentunya mencoba menjaga kelanggengan pengaruh. Pada sisi PDI-P,  untuk menjaga 'trah' Soekarno yang seolah menjadi jantung partai. Sedang di sisi Demokrat, masuk ke dalam ranah legislatif tentunya memberi 'nafas hidup' partainya.
Paket pimpinan baik dari Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) berisi anak dari rival sakit hati Mega-SBY. Ada Puan Maharani putri Megawati yang diajukan PDI-P dalam paket Pimpinan DPR. Tentunya, Puan menjadi calon terkuat dari PDI-P. Sedang KIH sendiri masih merayu parpol lain untuk membuat paket. Sehingga, KIH ngotot Rapat Paripurna pemilihan Pimpinan DPR ditunda. Karena masih mendekati PPP dan PAN di KMP untuk bersama mengajukan paket Pimpinan DPR.
Sedang di sisi SBY, Ibas Yudhoyono diajukan dalam paket Pimpinan DPR dari KMP. Tidak muluk-muluk sepertinya Demokrat menyelipkan Ibas dalam paket Pimpinan DPR yang dibuat. Ibas disodorkan menjadi calon Ketua DPR saja. Seolah agak tidak enakan menyalip Golkar dengan Setya Novanto yang diajukan sebagai calon Ketua DPR. Ibas pun sepertinya masih 'bertarung' dengan calon Wakil Ketua DPR dari parpol KMP sendiri. Ia akan bersanding dengan Zulkifli Hasan, Fahri Hamzah dan Fadli Zon. Namun nama besar sang ayah, mungkin saja melentingkan citra Ibas sendiri dalam Rapat Paripurna Pimpinan DPR malam ini (01/10/2014).
Jika ditengok dari 'posisi' para pewaris dinasti oligarki parpol ini, baik Puan atau Ibas memiliki posisi penting. Puan Maharani saat ini menjabat Ketua Fraksi PDI-P masa jabatan 2014-2019. Karir politiknya memang tidak jauh-jauh dari partai besutan ibunya. Pada tahun 2009, Puan menduduki kursi di DPR dengan mengantogi suara terbanyak dari Dapil Jateng V. Sempat pula saya menulis dan memperkirakan Puan dicapreskan pada pemilu 2014 nanti. Namun ibunya sepertinya belum melihat ada yang 'spesial' dari Puan untuk Indonesia. Dan kini saatnya menjadikan Puan istimewa. Dengan menduduki Ketua DPR nantinya. (Artikel terkait: PDI-P, Menikmati Efek Franchise Jokowi)

Sedang Eddi Baskoro Yudhoyono atau Ibas sendiri juga memiliki rekam jejak politik yang tidak jauh dari partai bapaknya sendiri, SBY. Pada tahun 2009, memulai karir politik melaju ke Senayan. Hebatnya, Ibas mengantongi suara terbesar se-Indonesia. Ia memperoleh 327.097 suara dari Dapil VII Jatim. Dan dari tahun 2010 sampai sekarang ia menjabat Sekjen Partai Demokrat. Dahulu mendampingi Anas Urbaningrum, kini mendampingi ayahnya sendiri. Dan kini, masuk ke dalam paket Pimpinan DPR untuk calon Wakil Ketua, tentunya adalah posisi tawar strategis. Selain 'menghormati' Golkar sebagai suara terbanyak di KMP. Calon Wakil Ketua DPR yang lain, tidak lebih baik dari Ibas.

Publik tinggal tunggu, dinasti siapa yang nantinya berjaya. Walau kedua calon dari 'trah' Mega atau SBY memegang jabatan penting. Namun, memposisikan diri ke pemimpin ranah legislatif tentunya akan jauh berbeda dampaknya. Ketua atau Wakil Ketua DPR, rasanya cukup untuk bisa mengajukan diri menjadi Capres 2019 atau 2024 nanti. Entahlah.


Salam,

Solo, 19 November 2014

09:34 pm
(reblogged from Kompasiana di sini)

Friday, November 14, 2014

Bukti, Koalisi Merah Putih Bukan Wakil Rakyat

(ilustrsai: demakblogger.blogspot.com)
(ilustrsai: demakblogger.blogspot.com)

Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar Agung Laksono menegaskan, kader partainya tidak akan ada yang masuk dalam kabinet Joko Widodo-Jusuf Kalla. Jika ada kader Golkar yang direkrut, Agung mengatakan, itu tidak atas nama partai.
"Ya tidak atas nama partai," kata Agung di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (17/9/2014). (berita:kompas.com)

"Tidak tertutup kemungkinan kader terbaik Koalisi Merah Putih ditarik ke pemerintahan Jokowi. Tapi, dengan konstelasi dan status politik sekarang, yang bersangkutan tidak mewakili partainya," kata Tantowi di Kompleks Gedung Parlemen, Jakarta, Rabu (17/9/2014). (berita: kompas.com)

Namun, bila nanti ada kader Golkar yang ditawari oleh Jokowi untuk menjabat sebagai menteri, Aburizal sebagai ketua umum mengaku mempersilakannya. Namun, bila hal tersebut terjadi, ia menegaskan bahwa kader yang ditunjuk bukanlah perwakilan partainya.
"Silakan saja, tetapi tidak mewakili Golkar," ujar dia. (berita: kompas.com)

Dari beberapa pernyataan para politisi pengekor Koalisi Merah Putih (KMP) diatas, apa yang bisa Anda simpulkan? Jelas. Mereka semua merasa diri mereka adalah wakil partai. Mereka bukan wakil rakyat. Rakyat yang sejatinya diakomodir dengan media politik serupa partai politik. Ternyata hanya sebagai anak tangga para politisi untuk mencapai kuasa. Setiap kepala kita adalah pijakan mereka menuju ke atas singgasana kuasa. 

Menjadi yang katanya wakil rakyat. Baik wakil yang menjadi anggota legislatif, maupun mentri dalam eksekutif. Nampaknya KMP tidak ingat (juga) siapa yang menjadikan mereka memiliki kuasa.
Hak berpolitik adalah hak semua warga negara. Dan rakyat, boleh turut serta dalam sebuah partai, dalam hal ini partai politik. Hakikat partai politik harus berdasar pada pasal 28 UUD 1945 yaitu:

Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang. (referensi: portalgaruda.org)

Dan dengan jelas, bahwa partai politik harus membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara. Hal ini dijelaskan dalam UU Tentang Perubahan atas UU Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik Pasal 1 Ayat 1, yang berbunyi:

Partai politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh kelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. (referensi: acch.kpk.go.id)

Sehingga partai politik dengan presumsi UUD 1945 No. 28 dan UU No. 2 tahun 2011 tentang Parpol pasal 1 ayat 1 berfungsi sebagai media aspirasi. Media aspirasi atau lebih umumnya disebut Dewan Perwakilan Rakyat, pun sejatinya bergerak dan bertindak dengan dasar rakyat. Dalam hal ini, semua aspirasi yang terwujud adalah hasil komunikasi intensif antar Parpol, Pemda dan DPRD. Sehingga alur fungsi parpol sebagai sarana komunikasi adalah sebagai berikut:
(Alur Fungsi Komunikasi Parpol | Yarni: 2011 dalam portalgaruda.org)
(Alur Fungsi Komunikasi Parpol | Yarni: 2011 dalam portalgaruda.org)
Sedang faktanya, dari pernyataan geng KMP diatas kolom rakyat seolah dihilangkan. Aspirasi mereka adalah aspirasi golongan atau kelompok. Jika ketua berkata tidak atau mayoritas anggota menolak, maka gugurlah kiprah seorang politisi dari parpol tersebut. Sehingga, proporsi aspirasi rakyat sebagai dasar alur komunikasi diputus. Tanpa mendengar aspirasi dan gejolak yang ada di lapangan, geng KMP menjalankan manajerial partai politik seenak mereka sendiri. Berikut kira-kira alur diagram fungsi komunikasi parpol ala geng KMP.
(Alur Fungsi Parpol ala KMP, adaptasi Yarni:2011)
(Alur Fungsi Parpol ala KMP, adaptasi Yarni:2011)

KMP Berada di Luar Pemerintahan, Tapi Bukan Oposisi?
Dan geliat yang agak mengganjal pula adalah istilah diluar pemerintahan ala KMP. Mungkin agak merancukan istilah oposisi yang selama ini ada. Semisal PDI-P yang memang oposisi. Walau tidak ada wakil mentri yang ikut dalam Kabinet Indonesia bersatu. PDI-P menganggap diri mereka oposisi. Sedang yang diistilah KMP adalah berada diluar pemerintahan.

... Akan tetapi, pilihan politik Golkar adalah di luar pemerintahan sehingga tak ada perwakilan partai di kabinet pemerintahan mendatang. (berita: kompas.com)
Setalah ada kemungkinan figur profesional partai akan berasal dari Koalisi Merah Putih, Politisi Partai Gerindra, Martin Hutabarat menegaskan bahwa Partai Gerindra akan tetap berada diluar pemerintahan. (metrotvnews.com)

Oposisi yang selama ini ada toh tidak merugikan jalannya roda pemerintahan. Bukan pula pihak oposisi merongrong pemerintah dengan hal yang penuh dengan kepentingan. Menolak atau mengkritisi pemerintah memang wajar adanya hakikat oposisi. Oposisi lebih terkesan pihak yang bersebrangan namun tidak memusuhi. Mengkritisi namun tidak menghakimi. Menolak kebijakan namun dengan tidak sporadis merubah UU. Intinya, tetap berlandaskan konstitusi, Pancasila dan UUD 1945.

Sedang bayangan awam saya, pihak diluar pemerintah adalah istilah yang 'menyesatkan'. Jika dibilang oposisi, jika dari gelagat sebelum pemerintahan baru yang akan dimulai berniat tidak baik. Mulai dari secara mayoritas mengebiri hak menjadi ketua DPR. Mencoba mengutak-atik istilah demi kepentingan kuasa para pemimpin daerah yang berasal dari parpol. Mencoba meruntuhkan sistem Pilkada langsung. Ngebet untuk segera disahkan demi menjaga kuasa dan penguasa dari koalisi parpol mayoritas. Dan sepertinya, Presiden yang segera lengser ini mencoba bermain trik demi pencitraannya sendiri. 

Ucapan Prabowo: Tuan Makan Senjatanya

"Tetapi, elite bangsa kita tak mampu menjaga kekayaan ini. Kekayaan ini dicuri dan dirampok terus menerus.‎Anggota DPR, bupati, menteri, bisa disogok, jenderal bisa disogok. Semua bisa dibeli, parpol bisa dibeli," kecamnya. (berita: detik.com)

Masih dengan berapi-api berorasi di depan simpatisan Gerindra pada April 2014 lalu. Seolah ucapan ini kembali kepada penuturnya, Prabowo sendiri beserta geng KMP-nya. Anggota DPR dan bupati bisa disogok dalam hal ini KMP menggelontorkan Pilkada lewat DPRD. Agar sogok-menyogok bisa dilakukan leluasa dan bebas oleh anggota KMP saja, nantinya. Mentri bisa disogok, seperti berkaca pada kasus Suryadharma Ali, Ketum PPP. Disogok para oknum agar bisa leluasa mengutil dana Haji. Jendral pun bisa disogok mengeluarkan UNIMOG-nya demi 'membela' geng KMP di MK dulu.

Seolah, semua tingkah ulah dan rong-rongan geng KMP akan kembali kepada diri mereka sendiri.

Salam,

Solo, 13 November 2014

08:20 pm

(reblogged from Kompasiana di sini)

Thursday, June 5, 2014

Jokowi and The Death of Godot

Jokowi and The Death of Godot

(illustration: telegraph.co.uk)
(illustration: telegraph.co.uk)

Godot, a character described as a vain hope and expectation. A character long created in Thomas Beckett play 'Waiting for Godot'. It tells about the story of two persons waiting in vain for someone named Godot. An absurdity within the mind of Vladimir and Estragon, they found nothing but emptiness. And this Godot will not come to save them and their prosperous expectation. An expectation to be fulfilled in the name itself said as God-ot. But absurdly, it resembles vanity and uncertainty. An expectation which we Indonesia are long for as well.

The hope of prosperous and independent nation is the utmost expectation of many Indonesian. And during its development, prosperity and nation independence seem futile. Leaders in this nation had brought nothing but perseverance of a wishful thinking. People are brought merely to the gate of prosperity and independency. Throughout Indonesian half century independence, these two most important entities belong to the wealth and aristocrat ruling this nation. Majority are fooled and utterly distracted by the marginal wealth they feed. People need someone to truly brings Indonesia to become prosperous and independent.

Jokowi or Joko Widodo, has shed light toward the true expectation of many Indonesian. His dedication and true contribution during his role as Solo major had really great impact for people. Then, his two years dedication as the governor of Jakarta, has put Jakarta in highlight. His breakthrough to reform Jakarta has put many insolent officials restless. Henceforth, many also of insolent officials were put into trial of their disgraceful act of corruption. He had moved away many Indonesian doubt of good and true leader. He had made his work and dedication the utmost hope toward the vanity of prosperous and well-governed nation.

As now Jokowi is running for President, the hope and expectation of many Indonesia culminate. Many see changes and goodness to come if Jokowi become the president. Many expect Indonesia to become prosperous in its literal definition. Many put their hope toward a better Indonesia in the future. To become a strong and independent archipelago nation. This presumption is merely based on Jokowi's contribution and actual dedication during his role as Solo mayor and Jakarta governor. And these has now become the beacon of hope for many Indonesian.

Like a knight in shinning armor, Jokowi has came to lead Indonesia. He came and supported to lead this nation to its destined nation, as in axiom Gemah Ripah Loh Jinawi. He is elected not by the ruling class of this nation. He came from the desperation of the poor and much anticipation of middle class. He is the killer and terminator of Godot of this nation. He wants to revolutionize Indonesia through his experience in leadership, which is no doubt reliable. He is also seen as the Satrio Piningit, or the knight of savior. A person salvages this nation.

On July 9 2014, the hope and anticipation will accumulate. All the ballot for Jokowi will be the stepping stones for him to seek the presidency. Our concern and vote are the media Jokowi will come to the position Indonesia has awaited, to become the President for the next 5 years.

Regards,

Solo May 2 2014

10:40 pm

(reblogged from Kompasiana, June 6 11:43 am)

Tuesday, May 20, 2014

Ga Berani sama Cak Imin, Sinyalemen Rhoma Tolak Jokowi!

Ga Berani sama Cak Imin, Sinyalemen Rhoma Tolak Jokowi!

(foto: sayangi.com)

Sakit hati karena cuma menjadi 'bintang iklan' untuk PKB. Rhoma Irama mulai mensinyalkan perlawanan politisnya. Bukan untuk menohok Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, tapi kepada 'musuh lama', Joko Widodo alias Jokowi. Apa sebab? Yang sudah menyia-nyiakan Rhoma adalah Cak Imin, tapi yang ditohok malah Jokowi? Apakah terjadi sesat fikir atau fikiran yang sesat? Bahkan dengan gamblang, Rhoma mensinyalir bahwa ribuan fans setia Rhoma akan tidak memilih Jokowi pada Pilpres 2014 nanti.

Dan sinyalemen fikiran yang sesat ala Rhoma pun terbukti. Ada sekitar 3.000 fans setia Rhoma Irama sang Raja Dangdut untuk tidak memilih Jokowi pada Pilpres nanti. Hampir 3.000-an fans berat Rhoma dengan hasil rapat Fans of Rhoma Irama and Soneta (Forsa) Sumatra Selatan menolak memilih Jokowi. Dan serupa idolanya, Rhoma pun seolah mempersilakan (baca: menyetujui) fansnya untuk tidak memili Jokowi.

Salah satu basis pendukung Rhoma di Sumatera Selatan. Mereka langsung berkomentar terkait gagalnya Rhoma nyapres. Mereka memutuskan tak bakal mendukung Joko Widodo ( Jokowi ) pada pemilihan legislatif (Pileg) 9 Juli mendatang.
Keputusan itu diambil berdasarkan hasil musyawarah pendukung Raja Dangdut yang tergabung dalam Fans of Rhoma Irama dan Soneta (Forsa) Sumatera Selatan (Sumsel). (berita: merdeka.com)

Rhoma vs Jokowi; Dendam Lama dan Sifat Pengecut

Ada dua proposisi kenapa Rhoma seolah mendukung fansnya untuk tidak memilih Jokowi pada Pilpres nanti. Proposisi pertama adalah dendam (kesumat) lama. Dan dendam ini seolah mengaburkan logika Rhoma. Dengan fikirnya yang menyesatkan, ditambah dendam dan dibohongi Cak Imin. Rhoma hanya bisa melampiaskan kekecewaannya dengan membakar kembali dendam.

Dendam karena kalah telak jagoannya dalam Pilgub DKI tahun 2012. Rhoma seolah tidak mau melupakan bahkan memaafkannya. Kini Jokowi kembali menjadi sasaran tembak. Target Jokowi maju Pilpres kini dihinggapi kekesalan Rhoma karena dibohongi Cak Imin. Disulut pula dengan dendam lama bergaya SARA ala Rhoma pada Pilgub DKI 2012, Rhoma dan jajaran fansnya menjadikan Jokowi sasaran tembak (baca: kekesalan) fikiran sesat.

Raja Dangdut itu (Rhoma Irama) secara tegas menolak meminta maaf kepada pasangan Joko Widodo (Jokowi)-Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) terkait isi ceramah yang diduga mengandung isu SARA sehingga merugikan pasangan nomor urut ketiga tersebut.
"Untuk apa saya meminta maaf? Saya tidak merasa bersalah, karena saya tidak menjelek-jelekkan Jokowi-Ahok," tandasnya. (berita: republika.co.id)

Menurut pandangan Rhoma, mungkin karena PKB ala Cak Imin menambatkan koalisi dengan PDI-P, sehingga menjadi legitimasi ia membenci Jokowi, sekali lagi. Walau dengan akal sehat dan logika yang tidak sesat, harusnya Rhoma menohok Cak Imin. Ia dulu menjanjikan Rhoma untuk menjadi Capres dari PKB. Nyatanya? Ambisi Cawapres Cak Imin sepertinya tipis. Pilih merapat ke PDI-P sepertinya hanya polah mengemis posisi mentri.

Dan pada artikel saya sebelumnya (Rhoma Siap Pukul Balik Cak Imin), ternyata tidak kejadian. Pada nyatanya, Rhoma dan fans berat (yang sesat) justru malah menolak Jokowi menjadi Presiden. Padahal sekalipun, tidak ada Jokowi menyinggung bung Rhoma yang hendak menjadi Capres. Bahkan awal tahun 2014, duet bernyanyi Rhoma-Jokowi nampak keeratan kedua tokoh di tadi. Namun keengganan Rhoma berdamai dengan dendam Pilgub DKI pada Jokowi-Ahok belum tuntas.

Dan entah apa gerangan Rhoma kecut dan memble di hadapan Cak Imin. Apa karena Cak Imin sudah bergerilya meminta dukungan kyai khos NU untuk bisa berkoalisi dengan PDI-P? Sampai-sampai tidak ada kata gelisah dan menohok untuk Cak Imin yang dilontarkan Rhoma. Apapun itu, legitimasi sinyalemen Rhoma untuk membiarkan fansnya menolak Jokowi dalam Pilpres adalah hal memalukan.

Bukan sikap negarawan dan ksatria (bergitar pula) dari seorang Rhoma jika demikian. Para fansnya dengan sesat berfikir, kini mulai menolak Jokowi dalam Pilpres. PKB ala Cak Imin yang berbohong, kog malah Jokowi yang menjadi sasaran tembak. Sebaiknya, dalam hal ini Rhoma dengan legowo dan jantan mengaku kalah. Silahkan fans beratnya memilih sesuai keinginan. Jangan sampai malah publik berkomentar nyinyir (lagi).

Dukungan Rhoma Untuk Prabowo?
Dengan dendam kesumat kepada Jokowi, dan pengecutnya Rhoma menohok Cak Imin, proposisi alih dukungan ke Prabowo mungkin saja. Apalagi, rivalitas antara Jokowi vs Prabowo kian memanas. Dengan terhalang akal sehat Rhoma karena dendam, bisa saja malah para fansnya mengalihkan suara ke Prabowo. Dan tentunya, jika ribuan atau jutaan (mungkin) suara dukungan dari fans Rhoma, membuat Prabowo merasa 'aman'. Walaupun kalau bisa diumpamakan dukungan ini serupa dukungan buta.

Walau sempat berhembus halus rumor duet Prabowo-Rhoma yang akan diusung, ternyata semua keliru. PKB ala Cak Imin mencampakkan Rhoma. Prabowo malah kini dekat dengan banyak Cawapres. Mulai dari Aburizal Bakrie sampai Hatta Rajasa. Jika pun Prabowo hendak menggaet Rhoma sebagai Cawapres independen misalnya. Berapa sih total dukungan fans Rhoma? Itungan-itungan logis pun bermain. Dan mungkin saja Prabowo emoh. Apalagi sekarang PKB ala Cak Imin berkawan dengan PDI-P.

Salam,

Solo, 13 Mei 2014

02:06 pm

Mempoligami Partai Politik ala Bang Rhoma, Terlalu..

(ilustrasi: jakarta-weekly.blogspot.com)

Dipinang lalu dicerai PKB, itulah nasib Rhoma Irama. Didekati si genit Cak Imin untuk menjadi bintang iklan PKB, kini Rhoma harus terseok di dunia politik. Kalau di dunia perkawinan (siri atau tidak), Bang Rhoma sudah menggaet 7 wanita. Di dunia politik, Bang Rhoma sudah dicerai dan diputus hampir 4 partai. Bak kehidupan yang dibalik kini ia hadapi. Rhoma harus tetap eksis di Pilpres 2014, dengan patah hati menggeniti Prabowo. Dan seperti menyimpan dendam pada sang calon tunangan, PKB ala Cak Imin.

Rasa 'jatuh cinta' Rhoma mendekat ke Prabowo serupa hanya pelampiasan semata. Sakit hati dibohongi diajak ke pelaminan RI 1 oleh PKB ala Cak Imin. Bang Rhoma tidak ingin melihat calon yang dipinang Cak Imin (Jokowi) bahagia. Ia pun mengumpulkan serpihan hati untuk mendekati Prabowo. Dan..karena pihak Prabowo sudah seperti open-house, siapapun maun dipoligami Prabowo, hayuk saja gabung. Kalau yang lain berfikir strategis dalam berkumpul dengan Prabowo, Rhoma cuma ingin Cak Imin dan calonnya menduduki pelaminan RI 1 yang seharusnya untuknya. Hiks hiks....

Faktanya, pesona dan aura raja dangdut Rhoma Irama menjadikan wanita klepek-klepek. Ada 7 wanita yang dikabarkan dekat dengan Rhoma. Mulai dari artis pendamping film-film masa jaya Rhoma dahulu, seperti Yati Octavia. Sampai kepada artis dangdut kinyis-kinyis (muda) pendatang baru, Angel Lelga sudah pernah dinikahinya. Walau beberapa dikabarkan nikah secara sirri. Namun beberapa dinikahi secara resmi seperti Hj. Veronika dan Richa Rachim. (sumber: Pesona Rhoma Irama, Pria Penakluk 7 Wanita)

Namun beda ranah, beda nasib buat Rhoma. Kalau didunia digilai wanita Rhoma bisa sampai menaklukkan dan menikahi hampir 7 wanita. Di dunia politik, poligami yang ada berbalik menohoknya. Partai-partai yang sempat disinggahinya sekadar memakai nama besarnya saja. Mulai dari jaman Orba bergabung dengan PPP, sampai terkini dipinang (dulu) oleh PKB ala Cak Imin. Karir 'poligami' politik Rhoma tidak berjalan langgeng.

Pernah dipinang PPP sejak tahun 1977, Rhoma effect sangat terasa waktu itu. Dan raihan suara PPP pun semakin melejit. Walau tidak mampu mendomplen rival partai jaman Orba, Golkar. Rhoma tetap jatuh hati pada PPP. Rhoma effect pun digeniti Golkar. Golkar hendak meminang, namun ditolak Rhoma. Ia pun dicekal konsernya selama 11 tahun. Walau tetap memperjuangkan cintanya pada PPP, nasib berkata lain. Jalinan 'kasih' dengan PPP harus kandas pada tahun 1987.

Saking genitnya Orba dengan Golkar untuk meminang, Rhoma pun luluh. Pada tahun 1997, ia menjadi Caleg Golkar nomor 4 dari Jakarta. Nampaknya, dunia gemerlap TVRI yang diberikan kembali ke Rhoma mampu meluluhkannya. Walau desas-desus yang ada menyibak mba Tutut menjadi 'mak comblang' Rhoma-Golkar, tapi tidak jelas buktinya. Pendukun PPP kecewa pada Rhoma. (sumber: news.detik.com)

Karir poligami politik dengan parpol pun berlanjut buat Rhoma. Setelah PPP mulai loyo dan penuh konflik, ia berpindah hati mendekati Partai Bintang Reformasi (PBR) bentukan alm. KH. Zainuddin M.Z pada tahun 2002. Partai yang dahulu bernama PPP-Reformasi, berubah menjadi Partai Bintang Reformasi sempat mengusung alm. KH. Zainuddin M.Z. sebagai presiden. Walau pinangan berhasil, tapi PBR akhirnya redup cintanya pada Rhoma seiring raihan Pemilu 2004 yang hanya 2,06 %. Ia kembali ke PPP (asli), kekasih lamanya pada tahun 2008.

Dan entah karena apa sebabnya, hati Rhoma tiba-tiba digoda PKB ala Cak Imin. Dan ujung-ujungnya, pada penghujung 2013, Rhoma dipinang PKB ala Cak Imin. Dengan meng(imin)g-imingin Rhoma menjadi Capres dari PKB, Rhoma tergoda. Keyakinan kisah cinta yang harmonis terendus Rhoma untuk mencicipi pelaminan RI 1. Tapi nasib (sial) pulalah yang melanda. Ujug-ujug (tiba-tiba), PKB ala Cak Imin memadu kasih dengan PDI-P dengan pinangannya, Jokowi (kini dengan Jusuf Kalla). Rhoma patah hati dan kegalauan melanda.

Prabowo didekati, untuk memusuhi Jokowi. Merasa sakit hati, setelah di(Imin)gi kursi nomor 1 negri ini. Poligami politik Rhoma tidak seindah mimpi. Yang ada kini ia kudu gigit jari, kembali.

Salam,

Solo 19 Mei 2014

11:23 pm
(reblogged: 20 Mei 12:11 pm)