Sudah tertimpa tangga lalu jatuh. Tepat kiranya saya coba tafsirkan pada polemik dan manuver Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di Pilpres 2014 ini. Konflik internal yang mulai menghangat sejak Suryadharma Ali (SDA) ujug-ujug (Jawa, tiba-tiba) bergabung dengan Koalisi Merah Putih (KMP). Lalu konflik panas dingin dalam kepengurusan pun terjadi. Dengan saling pecat para petinggi PPP. Sampai islah yang kini menjadi tersia karena beberapa oknum PPP yang terus merongrong kepemimpinan yang 'syah' SDA. Lalu keputusan akhir keluar dari KMP dengan SDA walkout. Kini, saking geramnya, Romahurmuziy (Romy) beradu cepat mengadakan Muktamar tandingan.
PPP seolah bukan lagi berdiri menjadi entitas sebuah partai bersama. PPP bukan lagi tempat berkumpul guna menyalurkan hak berbicara dan berpolitik. PPP kini menjelma menjadi 'kendaraan' kepentingan beberapa oknum. Mereka yang merasa jumawa dan ngabehi (Jawa, berkuasa) harus selalu dihormati. SDA dengan otoritasnya menjadi Ketum berhak menyetir PPP ke arah yang sesuai Marwah (menurutnya). Sedang Romi, Emron Pangkapi dan Ahmad Yani adalah PPP kloningan yang ilegal.
"Saya sudah menyatakan berkali-kali muktamar di Surabaya ilegal karena tidak memenuhi AD/ART. Yang kedua, ada keputusan terbaru mahkamah partai bahwa muktamar hanya bisa dilakukan oleh ketua umum dan sekretaris jenderal," kata Suryadharma Ali di Jakarta seperti ditayangkan Metro TV, Rabu siang. (berita dikutip solopos.com)
Walau sebelumnya, manuver mendompleng atau melengserkan SDA dari kursi Ketum sudah ada. Pihak Romy, yang dulu merupakan Sekjen PPP, melancarkan wacana melengeserkan SDA. Terutama, santer tersoroti saat SDA menjadi tersangka dana abadi Haji medio Juni 2014. Ditaksir, SDA sudah menggelapkan miliran Rupiah uang rakyat. Dan dengan dasar ini, Romy dan 20 ketua DPW mendorong pencopotan SDA dari Ketum PPP. SDA dengan sudah menjadi tersangka korupsi, berarti sudah mencemarkan nama baik PPP.
Menurut Syukri, posisi SDA sebagai Ketua Umum yang diduga terlibat kasus korupsi penyelenggaraan haji dianggap telah mencemarkan nama baik partai yang berazaskan Islam. Belum adanya sikap rendah hati dari SDA untuk meletakkan jabatannya juga dianggap tidak etis. (berita: tribunnews.com)
Setelah konflik ini membuat PPP babak belur dan jatuh bangun. Masih banyak pihak yang menyayangi PPP. Keluar dari KMP lalu menybrang ke Koalisi Indonesia Hebat (KIH). PPP kini diawasi banyak mata pengamat dan publik dengan rasa curiga. Dengan keputusan ketika rapat lobi saat Paripurna Rapat Pemilihan Pimpinan MPR, Fraksi PPP minus SDA memutuskan 'loncat' ke KIH. Walau SDA mengutarakan hal yang ambigu. PPP tetap berada dalam KMP, tapi tidak saat Paripurna Pemilihan Ketua MPR awal Oktober lalu.
"Pak Hasrul (Azwar, Ketua Fraksi PPP), Wakil Ketua MPR, jadi tetap di Koalisi Merah Putih, tapi untuk MPR ada di Koalisi Indonesia Hebat," ucap Suryadharma singkat. (berita: kompas.com)
Kini, KIH dengan Jokowi nampaknya menerima dengan tangan (hampir) terbuka untuk PPP. Sinyal-sinyal yang pernah terpancar saat Paripurna Pemilihan Pimpinan MPR, kini coba ditelusuri lebih lanjut. Jokowi pun sudah (hampir) pasti menyatakan PPP akan tergabung permanen dengan KIH. Ditambah, Ketum Majelis Syariah PPP, K.H Maimun Zubair yang sudah sowan (Jawa, berkunjung) ke Jokowi.
"Ya tadi Mbah kyai juga menyampaikan itu, tapi saya tidak mau masuk ke internal PPP. Itukan urusan internal PPP," kata Jokowi. (berita: detik.com)
Paket 2 in 1 manuver Romy dkk plus Ketum Majelis Syariah PPP ini adalah seolah gerakan #SavePPP. Manuver ganda dengan satu efek yang mendobrak. Semua bertujuan melengserkan SDA dari kursi Ketum. Dengan tingkah SDA yang sudah kadung (Jawa, terlanjur) kebablasan dalam memimpin PPP. Baik memimpin PPP sebagai tersangka kasus korupsi. Dan kedekatan dengan Prabowo dan KMP yang tidak 'membawa' PPP ke kemajuan. Paket 2 ini 1 ini seolah kulminasi rasa geram pengurus internal PPP. Semua sayang dengan PPP.
Esensi konflik ini pun mengungkap betapa Parpol (berbau) Islam kembali menjadi olok-olok negri ini. Betapa partai gaek dan kawak serupa PPP saja sudah menjalani politik praktis dan pragmatis. Sudah terlalu lama berkuasa dan menikmati lingkungan 'basah'. Sepertinya menunjukkan betapa rasa cinta dunia membekukan hati mereka. Dengan dalih atas nama memperjuangkan dakwan Islamiyah. Semua memperjuangkan negara Baldatun Thoyyibatun wa Rabbun Ghaffur. (Selengkapnya, di artikel saya Parpol Islam, Olok-Olok Negri Ini)
Salam,
Solo, 08 Januari 2015
09:03 pm
(reblogged dari Kompasiana di sini)
0 Comments: