Menjelang Ujian Tengah Semester minggu ini, ada fenomena 'umum' yang terjadi (lagi). Ujug-ujug (tiba-tiba, Jawa) ada mahasiswa semester atas masuk kelas. Sudah 7 pertemuan, saya belum pernah melihatnya, Kini si mahasiswi itu ikut kelas dan duduk serasa tak berdosa. Saya diamkan dan silahkan mengikuti kelas. Memang, pada kelas menjelang UTS, biasanya saya mafaatkan untuk mendiskusikan materi dan latihan. Si mahasiswi ini mungkin sudah faham kalau kelas saya demikian. Karena mahasiswa senior atau revisi biasanya sudah faham masing-masing karakteristik dosen.
Selesai jam diskusi di kelas, si mahasiswi ini datang ke arah saya. Dengan tanpa dosa, ia meminta saya untuk mengganti ketidakhadirannya dengan tugas. Ia beralasan, banyak, tentang PPL (Praktek Pengalaman Lapangan) yang menyulitkan ia untuk dapat hadir di kelas saya. Karena tidak bisa mendapat ijin mengikuti kuliah dari sekolah ia harus melewatkan 7 pertemuan lalu, Dan, pada pertemuan akhir sebelum UTS ini, ia baru bisa masuk ke kelas saya.
Dengan panjang dan lebar ia jelaskan alasannya. Ia berdalih pula kalau saya sulit sekali ditemui di kampus. Namun, saya jelaskan bahwa kehadiran juga termasuk penilaian saya. Begitupun tugas individu dan kelompok yang harus dikumpulkan atau dibahas saat pertemuan. Jadi intinya, mahasiswi ini tidak saya berikan pengganti tugas atas ketidakhadirannya. Dan, silahkan ikut UTS dengan sesuai pemahamannya.
Gagal Faham Mahasiswa
Mahasiswi ini pun memohon dan menghiba agar bisa mendapat nilai tugas dan kehadiran. Ia bilang ia tidak ingin mengulang atau merevisi mata kuliah yang saya ampu. Dan dengan wajah memelas ia memandang saya. Namun, tentunya ia tetap akan tidak saya berikan penggati. Biarkan ia mengulang dan memahami makul yang sama. Dan juga, memahami pentingnya unggah-ungguh dalam berinteraksi dengan dosen.Ada beberapa hal yang saya kira gagal dipahami mahasiswi ini.
Pertama, meminta maaf atas ketidakhadirannya. Yang malah dilakukannya adalah langsung meminta tugas pengganti. Dan dengan cepat langsung mengutarakan beribu alasan. Yang memang masuk akal. Namun secara normatif tidak bisa diterima. Saya yakin mahasiswi ini merasa bersalah sudah meninggalkan 7 pertemuan. Namun, hatinya tetap merasa 'benar' dengan logika alasannya. Sayangnya, secara unggah-ungguh atau sopan santun gagal memahami pentingnya meminta maaf.
Membolos tanpa kejelasan selama 7 pertemuan untuk beberapa dosen, berarti tidak bisa mengikuti UTS. Bagi saya, saya persilahkan. Dengan konsekuensi nilai tugas dan kehadiran sebelum UTS kosong. Dan merasa salah dan mengakui kesalahannya dengan meminta maaf harusnya dilakukan. Dan hal ini, dilakukan saat pertama kali menghadap. Tentunya dengan tulus dan sepenuh hati. Tentunya, saya akan berfikir lain tentang mahasiswi ini jika ia meminta maaf terlebih dahulu.
Kedua, mahasiswi ini gagal faham administrasi. Dengan mengisi daftar hadir, sudah menjadi nilai buat dosen. Kehadiran juga adalah aspek yang masuk penilaian normatif. Karena rajin dan aktif di kelas, UTS tentunya hanya sekadar mengulang pemahaman saat masuk kelas dan berdiskusi. Dan secara administratif membubuhi daftar hadir juga adalah syarat untuk UTS. Biasanya, syarat mengikuti UTS adalah kehadiran minimal 75% dari pertemuan sebelum UTS/UAS.
Andai saja, si mahasiswi menyempatkan diri bertemu saya untuk menghaturkan izin tidak mengikuti kuliah. Kejadiannya mungkin akan berbeda. Karena ia sebenarnya tahu PPL yang dilakukan akan mengganggu kehadiran kuliah makul lain. Dan sejak awal PPL, ia seharusnya membuat surat keterangan. Surat yang dibuat pihak terkait atau sekolah mitra PPL yang menginformasikan mahasiswi ini akan izin tidak mengikuti kuliah. Atau sekadar bertemu saya dan memohon izin, juga tidak ia lakukan. Malah berdalih sulit ketemu saya. Padahal HP saya selaluon dan bisa bertemu saya jika janjian terlebih dahulu.
Tidak ada dosen yang menghalangi mahasiswanya untuk mendapat nilai terbaik. Namun, selama si mahasiswa atau mahasiswi tidak proaktif akan nilai yang akan diraihnya nanti, percuma menghiba nilai. Nilai makul bukanlah produk atau hasil dari mengikuti makul tertentu. Nilai adalah proses aktif dan proaktif mahasiswa sendiri. Aktif dengan turut serta secara adminsiratif proses perkuliahan. Proaktif menjalin komunikasi dan hubungan akademis dengan dosen. Merupakan cara-cara mendapat nilai yang baik.
Salam,
Solo, 07 Januari 2015
11:46 am
(reblogged dari Kompasiana di sini)
Ada yang beralasan karena mahasiswi itu adalah pacarnya dosen...ohh...
ReplyDelete