(ilustrasi: thedadnetwork.co.uk) |
Demam Apple Watch (AW) melanda
dunia teknologi. Dengan membawa nama besar Apple, smartwatch AW ini
memang menjadi fenomena tersendiri. Eksklusivitas penjualan yang membuat orang
penasaran juga menjadi demam AW menjadi-jadi. Selain 'dijual' di toko Apple, AW
hanya juga bisa dibeli di butik-butik ternama seperti Lafayette di Paris,
Isetan di Tokyo, dan Selfridge di London. Harganya pun dari yang mulai
'standar' USD 549 sampai AW berlapis emas mulai dari harga USD 10.000.
Membeli AW pun bukan sebenarnya membeli langsung.
Ketika
Anda datang untuk membeli, sesungguhnya Anda memesan. Untuk kemudian AW akan
dikirim ke rumah Anda beberapa hari kemudian. Apple bukan produsen yang merilis
pertama kali smartwatch.
LG, Samsung, dan Motorola telah merilis smartwatch berbasis
Android Jellybean pada kuartal kedua tahun lalu. Dengan harga yang lebih murah
dari AW, LG G Watch dibanderol dengan harga USD 299. Sedang Samsung dengan
Samsung Gear Live hanya ditawarkan dengan harga mulai USD 199. Lalu diikuti
Motorola Moto 360 dengan harga mulai USD 149.
Baru-baru
ini pun, Swatch sebagai produsen ternama jam, juga sedang bereksperimen dan
akan merilis smartwatch-nya
sendiri. Kabarnya, Swatch akan merilisnya di awal 2016 nanti. Asus, Sony,
Pebble, dan
Vector
juga beberapa vendor yang menawarkan smartwatch.
Dengan banyak vendor teknologi berlomba menciptakan smartwatch terbaik,
konsumen pun merespons. Lalu pertanyaan untuk kita orang Indonesia.
foto: americasmarkets.usatoday.com |
Perlukah kita
membeli smartwatch?
Beberapa hal yang yang benar-benar harus kita perhatikan agar fungsi smartwatch benar-benar
kita rasakan adalah sebagai berikut.
1. Smartwacth hanyalah aksesoris dari smartphone kita Smartwatch hanyalah
aksesoris smartphone Android
Anda. Walau hardware atau
jeroan smartwatch bagus,
namun tidak semua dapat mengoperasi apa yang smartphone bisa lakukan.
Dari dimensi, layar sentuh pada smartwatch tidak semaksimal pada smartphone.
Sehingga, kadang Anda harus agak bersusah payah melihat notifikasi sosial media
di smartwatch Anda.
Atau mencari kontak telepon, kadang Anda harus memberi voice command (perintah
suara). Jadi jangan sangka pintarnya jam tangan Android Anda, sepintar smartphone Anda.
AW dilengkapi dengan
sensor pemantau detak jantung. AW akan memantau detak jantung pemakainya setiap
10 menit sekali. Sehingga, pengguna AW bisa tahu jika detak jantung kurang dari
72 bpm (beats
per minute). Sayangnya, bagi orang bertato di tangan, sensor ini tidak bekerja
dengan baik. Samsung pun sedang mengembangkan sensor Biosignal ID pada smartwatch-nya.
Sensor ini dapat meng-unlock smartwatch dengan sidik jari dan gestur.
Semua demi privasi penggunanya. Lalu, perlukan semua fitur ini bagi kebanyakan
orang Indonesia? Saat smartphone masih menjadi andalan.
ilustrasi: wt.t3.com |
2. Koneksi Internet yang masih
mengkhawatirkan di Indonesia Untuk para geek gadget, mungkin sudah
mewaspadai hal ini. Dimana koneksi internet di Indonesia yang kembang-kempis.
Menggunakan smartwatch ini
mungkin agak kecewa. Karena, rata-rata fitur di smartwatch yang ter-sync smartphone,
menggunakan koneksi internet yang baik. Google
Voice Recognition misalnya, fitur ini harus terkoneksi
langsung dengan internet. Untuk mengucapkan voice command, maka Google akan langsung
terkoneksi internet untuk mencari hal atau file yang Anda mau. Belum lagi aplikasi
sosmed, Google Map, cuaca, dll. Selain smartphone menuntut
koneksi internet dari provider. Smartphone Anda juga akan 'dibebani' koneksi
internet dari smartwatch Anda.
Ini yang terjadi pada smartwatch versi
Android.
Pada AW,
sinkronisasi dengan iPhone tentunya membutuhkan koneksi internet yang baik. Tim
Cook sesumbar bahwa dengan menggunakan AW, iPhone dapat ditinggalkan di rumah.
Namun menilik koneksi internet di Indonesia, optimasi fitur tentunya akan
kurang maksimal. Layanan koneksi pun ditebus harga yang mahal. Juga, melihat
jangkauan lokasi yang kadang tidak terjangkau koneksi data yang baik. Smartwatch pun
nantinya hanya sebagai jam tangan pemberi informasi waktu saja.
foto: theguardian.com |
3. Daya tahan baterai smartwatch yang belum
maksimal Sebagai jam
tangan, tentunya daya tahan baterai menjadi komponen utama. Kebanyakan smartwatch belum
mampu memberi solusi dari daya tahan baterai ini. Smartwatch akan
serupa smartphone di mana me-recharge baterai
harus berkala. Jika sering digunakan, maka me-recharge pun harus
sesering mungkin. Plus koneksi pada internet dan sensor yang terus berjalan,
daya tahan baterai akan cepat habis. Dengan baterai yang tidak besar, baik ukuran
maupun tegangan, Anda harus benar-benar memperhatikan hidup smartwatch dalam
satu hari.
AW dan Samsung Gear hanya mampu bertahan dengan
baterai full selama satu hari. Motorola Moto 360 juga hanya
mampu bertahan sehari. Namun dengan setting hemat baterainya
beberapa jam tambahan bisa didapat. Pebble, dengan smartwatch-nya
Pebble Steel diklaim mampu bertahan selama 7 hari untuk daya tahan baterainya.
Swatch saat ini sedang meriset smartwatch versinya dengan daya
tahan baterai yang wah. Mereka mengklaim, smartwatch yang akan
muncul 2016 nanti mampu bertahan sampai 6 bulan dengan sekali me-recharge.
Kita pun kembali bertanya, perlukan kita smartwatch?
Pada beberapa orang, seperti eksekutif, gadget
geek atau para techies, smartwatch penting
adanya. Terus memantau perkembangan tekno sembari merasakan sendiri teknologi
yang ada, menjadi hal yang lumrah. Sedang untuk orang awam, atau mengikuti
tekno hanya sampai pada membaca berita saja, smartwatch kurang
begitu penting. Alih-alih ingin terlihat up-to-date dan
canggih, smartwatch malah akan menjadi jam tangan biasa.
Dengan beberapa keterbatasan smartwatch saat ini, membelinya
mungkin harus benar menanti waktu yang tepat. Saat smartwatch benar-benar
jam tangan tahan lama dan pintar adanya. Tentunya, dengan koneksi data yang
baik dan harga yang wajar. Artikel terkait dari saya:
Referensi: gizmag.com | techradar.com | techtimes.com
Salam,
Solo, 18 Maret 2016
10:00 pm
(Reblog dari Kompasiana disini)
0 Comments: