ilustrasi: netdna-cdn.com |
Kembali
terdengar riuh, berita Google akan mengakuisisi Twitter untuk kesekian kalinya.
Rumor menyebutkan, Google dengan lobi dari Goldman Sachs akan mencoba kembali
peruntungan membeli Twitter. Sebagai raksasa sosmed terbesar kedua terbesar
setelah Facebook, Twitter terus coba dirayu Google agar mau dijadikan korporasi
teknologi Google. Google sebagai mogul internet sepertinya tetap tidak puas
dengan anak kandungnya, sosmed Google+ (G+). Walau rumor ini belum ditanggapi
serius baik Google ataupun Twitter, bisa saja terjadi.
Dengan
rumor akusisi ini saja, harga Twitter melonjak 5% dari sebelumnya yang melebihi
USD 34 miliar. Dengan kisaran yang harga yang jauh lebih tinggi, Google bisa
saja membeli Twitter dengan harga USD 50 miliar. Tidak heran harga sedemikian
tinggi untuk Twitter. Dengan active user base yang mencapai 280 miliar per
bulannya, harga ini wajar saja. Walau G+ sendiri memiliki active user base
mencapai 300 miliar, namun pamor Twitter mengerdilkannya. Dengan timeline
sederhana dan hashtag real-time pada satu kejadian, dalam 5 menit orang akan
memilih membuka Twitter daripada melihat berita atau televisi
Kembali
terdengar riuh, berita Google akan mengakuisisi Twitter untuk kesekian kalinya.
Rumor menyebutkan, Google dengan lobi dari Goldman Sachs akan mencoba kembali
peruntungan membeli Twitter. Sebagai raksasa sosmed terbesar kedua terbesar
setelah Facebook, Twitter terus coba dirayu Google agar mau dijadikan korporasi
teknologi Google. Google sebagai mogul internet sepertinya tetap tidak puas
dengan anak kandungnya, sosmed Google+ (G+). Walau rumor ini belum ditanggapi
serius baik Google ataupun Twitter, bisa saja terjadi.
Dengan rumor akusisi ini saja, harga Twitter melonjak 5% dari sebelumnya yang melebihi USD 34 miliar. Dengan kisaran yang harga yang jauh lebih tinggi, Google bisa saja membeli Twitter dengan harga USD 50 miliar. Tidak heran harga sedemikian tinggi untuk Twitter. Dengan active user base yang mencapai 280 miliar per bulannya, harga ini wajar saja. Walau G+ sendiri memiliki active user base mencapai 300 miliar, namun pamor Twitter mengerdilkannya. Dengan timeline sederhana dan hashtag real-time pada satu kejadian, dalam 5 menit orang akan memilih membuka Twitter daripada melihat berita atau televisi.
Kenapa Twitter Begitu 'Menggoda'?
Keuntungan Iklan. Sebuah hal yang selalu dicari sebuah korporasi, Google pun demikian. Saat mesin pencarinya, Chrome sudah begitu menguasai basic use dari internet, yaitu search, hal ini belum banyak bermanfaat saat menyoal iklan. Anak Google, G+ plus kini bak sosmed kosong dan hampa interaksi. Facebook-lah raja iklan di dunia sosmed. Dan inilah honeypot dari para advertiser atau pengiklan. Disinilah banyak orang, dengan minat, hobi, grup, dan bakat yang sudah sangat terspesifikasi, Facebook-lah lumbung uang untuk iklan. Dengan lebih dari 400 miliar active user, Facebook adalah tempat iklan menggiurkan. Google, tidak mau melihat kesempatan untuk terus mengiklankan. Sedang FB sendiri sudah berubah menjadi pesaing Google.
Twitter-lah 'target operasi' Google untuk soal meraup untung dari iklan. Walau Twitter dengan kesederhanaannya, minim dengan iklan, Google melihatnya sebagai lumbung dari unique user. Dengan data hashtag, real-time trend, dan API responsiveness, Twitter bisa saja mengalahkan FB dalam hal beriklan. Dengan 'prinsip' kesederhanaan dan platform yang cenderung tidak secanggih sosmed lain, Twitter sepertinya tidak terlalu getol beriklan. Lebih lagi, pamor dan jiwa sosmed Twitter memang jauh mengalahkan G+ bahkan FB sendiri. Twitter begitu menggoda Google.
Twitter Bukan Twitter Lagi
Karena sejak 2009, rumor Google membeli Twitter sudah bergulir, kejelasan dan kesepakatan kedua pihak belum jelas. Saat itu, harga kisaran Twitter masih di angka USD 1 miliar. Dan pada waktu itu pula, harga Twitter hanyalah 4% dari keuntungan Google. Bahkan, pada tahun 2011 ada rumor yang mengatakan pihak-pihak terkait Twitter dan Google sudah sempat bertemu. Walau berita itu pun belum jelas kepastiannya. Twitter masih tetap independent sampai saat ini.
Satu hal yang pasti jika Google membeli Twitter, iklan di timeline akan semakin banyak. Saat algoritma Google menghitung dan memperkirakan apa yang kita tweet, favorite, atau hashtag yang kita buat, iklan akan semakin berbaris. Bukan iklan sembarang iklan tentunya. Iklan yang sangat spesifik, terfokus, dan seolah itu produk/jasa yang kita inginkan selama ini. Akhirnya kitapun tergoda untuk membeli.
Lalu, makna sosial media pun hilang di Twitter. Karena interaksi antar user akan lebih berkurang. Karena user akan sibuk mengklik banyaknya iklan yang ditawarkan di timeline.
Referensi: businessinsider.co.id | pymnts.co.id | quora.com
Salam,
Solo, 19 Maret 2016
02:00 pm
Dengan rumor akusisi ini saja, harga Twitter melonjak 5% dari sebelumnya yang melebihi USD 34 miliar. Dengan kisaran yang harga yang jauh lebih tinggi, Google bisa saja membeli Twitter dengan harga USD 50 miliar. Tidak heran harga sedemikian tinggi untuk Twitter. Dengan active user base yang mencapai 280 miliar per bulannya, harga ini wajar saja. Walau G+ sendiri memiliki active user base mencapai 300 miliar, namun pamor Twitter mengerdilkannya. Dengan timeline sederhana dan hashtag real-time pada satu kejadian, dalam 5 menit orang akan memilih membuka Twitter daripada melihat berita atau televisi.
Kenapa Twitter Begitu 'Menggoda'?
Keuntungan Iklan. Sebuah hal yang selalu dicari sebuah korporasi, Google pun demikian. Saat mesin pencarinya, Chrome sudah begitu menguasai basic use dari internet, yaitu search, hal ini belum banyak bermanfaat saat menyoal iklan. Anak Google, G+ plus kini bak sosmed kosong dan hampa interaksi. Facebook-lah raja iklan di dunia sosmed. Dan inilah honeypot dari para advertiser atau pengiklan. Disinilah banyak orang, dengan minat, hobi, grup, dan bakat yang sudah sangat terspesifikasi, Facebook-lah lumbung uang untuk iklan. Dengan lebih dari 400 miliar active user, Facebook adalah tempat iklan menggiurkan. Google, tidak mau melihat kesempatan untuk terus mengiklankan. Sedang FB sendiri sudah berubah menjadi pesaing Google.
Twitter-lah 'target operasi' Google untuk soal meraup untung dari iklan. Walau Twitter dengan kesederhanaannya, minim dengan iklan, Google melihatnya sebagai lumbung dari unique user. Dengan data hashtag, real-time trend, dan API responsiveness, Twitter bisa saja mengalahkan FB dalam hal beriklan. Dengan 'prinsip' kesederhanaan dan platform yang cenderung tidak secanggih sosmed lain, Twitter sepertinya tidak terlalu getol beriklan. Lebih lagi, pamor dan jiwa sosmed Twitter memang jauh mengalahkan G+ bahkan FB sendiri. Twitter begitu menggoda Google.
Twitter Bukan Twitter Lagi
Karena sejak 2009, rumor Google membeli Twitter sudah bergulir, kejelasan dan kesepakatan kedua pihak belum jelas. Saat itu, harga kisaran Twitter masih di angka USD 1 miliar. Dan pada waktu itu pula, harga Twitter hanyalah 4% dari keuntungan Google. Bahkan, pada tahun 2011 ada rumor yang mengatakan pihak-pihak terkait Twitter dan Google sudah sempat bertemu. Walau berita itu pun belum jelas kepastiannya. Twitter masih tetap independent sampai saat ini.
Satu hal yang pasti jika Google membeli Twitter, iklan di timeline akan semakin banyak. Saat algoritma Google menghitung dan memperkirakan apa yang kita tweet, favorite, atau hashtag yang kita buat, iklan akan semakin berbaris. Bukan iklan sembarang iklan tentunya. Iklan yang sangat spesifik, terfokus, dan seolah itu produk/jasa yang kita inginkan selama ini. Akhirnya kitapun tergoda untuk membeli.
Lalu, makna sosial media pun hilang di Twitter. Karena interaksi antar user akan lebih berkurang. Karena user akan sibuk mengklik banyaknya iklan yang ditawarkan di timeline.
Referensi: businessinsider.co.id | pymnts.co.id | quora.com
Salam,
Solo, 19 Maret 2016
02:00 pm
(Reblog dari Kompasiana disini)
0 Comments: