Sunday, March 20, 2016

Kenapa Anak Metal Bajunya Selalu Hitam?

1427925080683870677
foto: latimesphoto.com

Anak metal atau metalhead sering terlihat memakai baju hitam. Dengan desain as simple as nama band metal, atau gambar berdarah-darah ala gore death metal, dasar bajunya sering hitam. Ditambah aksesoris hand-band berlogo band metal favoritnya plus steel-toed boot high top. Itupun kadang masih bernuansa hitam. Anak metal berbaju hitam itu biasa. Dikatakan kaya dukun atau mau ngelayat itu juga biasa. Sebuah stereotyping yang bahkan, metalhead sendiri suka dan jamak dikatakan demikian. Lalu kenapa harus hitam? Kenapa dengan warna lain. 

Kebanyakan genre metal yang diusung satu band memang memakai berkesan 'hitam. Bukan sekadar tees, bahkan sampai kostum. Mulai dari black metal seperti pengusungnya Venom, personilnya menggunakan kostum serba hitam. Lalu agak lebih ke era 8o-an  sampai 90-an, pengusung band hard-rock seperti Bon Jovi atau heavy metal seperti Metallica, berbaju atau berjaket kulit hitam. 

Band dari beragam genre progressive dan experimental pun, masih berkalang warna baju hitam untuk tiap aksi panggungnya. Walau ada memang yang tidak sepenuhnya berbaju hitam. Genre glam rock tentunya lebih berwarna. Steel Panther teguh dengan girlish warna-warninya, walau hitam tetap ada.
(Steel Panther - foto: voiceyourslef360.com)
Steel Panther - foto: voiceyourslef360.com
Jujur, saya pun suka saja mengenakan baju hitam. Dan kebetulan saja, sejak kecil mendengar Godbless, Edane, Deep Purle dan Metallica, lalu tumbuh bersama beragam band rock dan metal, musik metal buat saya memang 'hitam'. Entah ini berarti resiprokal atau tidak. Musik metal memang bernuansa hitam karena dipengaruhi warna hitam. Atau malah sebaliknya? Entah siapa yang memulai fenomena 'menghitamkan' metal. Namun sisi struggle dan anti-mainstream musik cadas memang patut diwarnai dengan hitam.

Warna Hitam dan Nuansa Yang Timbul Nah, kalau sudah berbicara hitam tentu terkait dengan macam hal yang rada 'negatif'. Jika berkabung, wajarnya melayat dengan warna hitam. Mati lampu dan mata melihat hanya warna hitam pekat. Atau yang agak subtle walau agak rasis, cara pandang pada orang kulit hitam, atau Negro. Karena bahasa Inggris sendiri masih menyimpan kata denigrate denga akar kata negros yang bermakna merendahkan. Kesan negatif ini seolah tertanam secara sub-conscious dalam fikiran. Hitam berarti negatif. Lalu anak metal itu negatif? 

Saya tidak berani memukul rata, nyatanya saya termasuk (sepertinya) orang baik. Hanya saja, beberapa tendensi tidak sadar jika sudah masuk ke dalam dunia musik cadas 'menghitamkan' mereka. Musik cadas, yang dianggap marginal tentu melambangkan minoritas. Dan dalam psikologis kaum minoritas, perlawanan adalah cara mereka bertahan. Menunjukkan diri berbaju hitam adalah salah satu caranya. Intinya, berbaju hitam adalah identitas kelompok. 
1427925141552942695
ilustrasi: pixteller.com
Lalu, identitas atas ego inipun berbaur dengan superego. Dalam hal ini, sub-kultur musik cadas mengkonvensi 'jiwa-jiwa yang tidak tenang' ini dengan warna musik yang bernuansa hitam. Voalah, tidak heran jika berkunjung ke konser metal, 99,9% penontonnya berbaju hitam. Sebuah konvensi yang tertuang nyata dalam sub-kultur DIY (Do It Yourself) dan anti-mainstream. Dan juga, musik cadas berbalur baju hitam juga cocok dan saling melengkapi. Agak aneh jika semua yang menonton berbaju warna-warni. Sebuah cult, yang kadang antar penyuka musik metal tidak perlu ungkap, tapi sama-sama tahu.

Hitam Bajunya, Belum Tentu 'Hitam' Hatinya Jujur juga saya bilang, memakai baju hitam buat saya sekadar ingin menimbulkan suatu kesan. Selain saya nyaman berbaju hitam, juga ada kesan 'sangar' dari diri saya. Saya orang yang tidak terlalu suka agresifitas atau kekerasan. tapi ingin memiliki kesan berani, maka berbaju hitamlah saya. Atau, ingin menimbulkan kesan saya itu berani, walau sebenarnya tidak 'sesangar' itu. Dan dari waktu ke waktu, kesan 'berani' ini menjelma menjadi kesan percaya diri. Ada kesan firm atau teguh saat berbaju hitam. 

Sering saya menggendong putri kecil saya dengan baju metal ke beberapa tempat. Tentunya, kesan yang timbul beda jika saya memakai batik. Saat berbaju hitam, yang ditegur kadang putri saya atau istri saya saja. Sedang tidak begitu saat saya berbaju batik. Dan tidak, saya tidak membenci mereka sama sekali. Itulah yang tercipta dari kesan baju hitam bergambar mengerikan. Saya pun tidak ada masalah dengan hal ini. Toh, saya mencoba menjadi ayah yang baik. Hitam bajunya, belum tentu hitam hatinya.
(The Other F Word Poster - ilustrasi: blogs.ocweekly.com)
The Other F Word Poster - ilustrasi:blogs.ocweekly.com

Hitam akan selalu mewarnai musik metal. Namun belum tentu mewarnai hati seseorang. Walau ada ruh revelry (hura-hura) dan chaos (kebisingan) dalam musik metal, hitam akan selalu melekat. Bukan berati pula orang berbaju hitam bergambar mengerikan bisa seenaknya dan kasar kepada orang lain. Itu semua kembali kepada individu. Stigma publik, pun diterima 'lapang dada' untuk para pemakain baju metal hitam. Namun, tidak untuk men-generalisir hal ini. 

Salam,

Solo, 20 Maret 2016 

07:00 pm
(Reblog dari Kompasiana disini)

Author:

0 Comments: