foto: latimesphoto.com |
Anak metal
atau metalhead sering terlihat memakai baju hitam. Dengan desain as simple as nama
band metal, atau gambar berdarah-darah ala gore death metal, dasar bajunya
sering hitam. Ditambah aksesoris hand-band berlogo band metal favoritnya
plus steel-toed
boot high top. Itupun kadang masih bernuansa hitam. Anak metal
berbaju hitam itu biasa. Dikatakan kaya dukun atau mau ngelayat itu
juga biasa. Sebuah stereotyping yang bahkan, metalhead sendiri suka dan jamak
dikatakan demikian. Lalu kenapa harus hitam? Kenapa dengan warna lain.
Kebanyakan
genre metal yang diusung satu band memang memakai berkesan 'hitam. Bukan
sekadar tees,
bahkan sampai kostum. Mulai dari black metal seperti pengusungnya Venom,
personilnya menggunakan kostum serba hitam. Lalu agak lebih ke era 8o-an
sampai 90-an, pengusung band hard-rock seperti Bon Jovi atau heavy metal
seperti Metallica, berbaju atau berjaket kulit hitam.
Band dari beragam
genre progressive dan experimental pun,
masih berkalang warna baju hitam untuk tiap aksi panggungnya. Walau ada memang
yang tidak sepenuhnya berbaju hitam. Genre glam rock tentunya lebih berwarna.
Steel Panther teguh dengan girlish warna-warninya, walau hitam tetap ada.
Steel Panther - foto: voiceyourslef360.com |
Jujur, saya
pun suka saja mengenakan baju hitam. Dan kebetulan saja, sejak kecil mendengar
Godbless, Edane, Deep Purle dan Metallica, lalu tumbuh bersama beragam band
rock dan metal, musik metal buat saya memang 'hitam'. Entah ini berarti
resiprokal atau tidak. Musik metal memang bernuansa hitam karena dipengaruhi
warna hitam. Atau malah sebaliknya? Entah siapa yang memulai fenomena
'menghitamkan' metal. Namun sisi struggle dan anti-mainstream musik cadas
memang patut diwarnai dengan hitam.
Warna Hitam dan Nuansa Yang Timbul Nah, kalau sudah berbicara hitam
tentu terkait dengan macam hal yang rada 'negatif'. Jika berkabung, wajarnya
melayat dengan warna hitam. Mati lampu dan mata melihat hanya warna hitam
pekat. Atau yang agak subtle walau agak rasis, cara pandang pada orang kulit
hitam, atau Negro. Karena bahasa Inggris sendiri masih menyimpan kata denigrate denga
akar kata negros yang bermakna merendahkan. Kesan negatif ini seolah tertanam
secara sub-conscious dalam
fikiran. Hitam berarti negatif. Lalu anak metal itu negatif?
Saya tidak
berani memukul rata, nyatanya saya termasuk (sepertinya) orang baik. Hanya
saja, beberapa tendensi tidak sadar jika sudah masuk ke dalam dunia musik cadas
'menghitamkan' mereka. Musik cadas, yang dianggap marginal tentu melambangkan
minoritas. Dan dalam psikologis kaum minoritas, perlawanan adalah cara mereka
bertahan. Menunjukkan diri berbaju hitam adalah salah satu caranya. Intinya,
berbaju hitam adalah identitas kelompok.
ilustrasi: pixteller.com |
Lalu,
identitas atas ego inipun berbaur dengan superego. Dalam hal ini, sub-kultur
musik cadas mengkonvensi 'jiwa-jiwa yang tidak tenang' ini dengan warna musik
yang bernuansa hitam. Voalah, tidak heran jika berkunjung ke konser metal,
99,9% penontonnya berbaju hitam. Sebuah konvensi yang tertuang nyata dalam
sub-kultur DIY (Do
It Yourself) dan anti-mainstream. Dan juga, musik cadas berbalur
baju hitam juga cocok dan saling melengkapi. Agak aneh jika semua yang menonton
berbaju warna-warni. Sebuah cult, yang kadang antar penyuka musik metal tidak
perlu ungkap, tapi sama-sama tahu.
Hitam Bajunya, Belum Tentu 'Hitam' Hatinya Jujur juga saya bilang, memakai
baju hitam buat saya sekadar ingin menimbulkan suatu kesan. Selain saya nyaman
berbaju hitam, juga ada kesan 'sangar' dari diri saya. Saya orang yang tidak
terlalu suka agresifitas atau kekerasan. tapi ingin memiliki kesan berani, maka
berbaju hitamlah saya. Atau, ingin menimbulkan kesan saya itu berani, walau
sebenarnya tidak 'sesangar' itu. Dan dari waktu ke waktu, kesan 'berani' ini
menjelma menjadi kesan percaya diri. Ada kesan firm atau teguh saat berbaju
hitam.
Sering saya
menggendong putri kecil saya dengan baju metal ke beberapa tempat. Tentunya,
kesan yang timbul beda jika saya memakai batik. Saat berbaju hitam, yang
ditegur kadang putri saya atau istri saya saja. Sedang tidak begitu saat saya
berbaju batik. Dan tidak, saya tidak membenci mereka sama sekali. Itulah yang
tercipta dari kesan baju hitam bergambar mengerikan. Saya pun tidak ada masalah
dengan hal ini. Toh, saya mencoba menjadi ayah yang baik. Hitam bajunya, belum
tentu hitam hatinya.
The Other F Word Poster - ilustrasi:blogs.ocweekly.com |
Hitam akan selalu mewarnai musik metal. Namun belum tentu mewarnai hati seseorang. Walau ada ruh revelry (hura-hura) dan chaos (kebisingan) dalam musik metal, hitam akan selalu melekat. Bukan berati pula orang berbaju hitam bergambar mengerikan bisa seenaknya dan kasar kepada orang lain. Itu semua kembali kepada individu. Stigma publik, pun diterima 'lapang dada' untuk para pemakain baju metal hitam. Namun, tidak untuk men-generalisir hal ini.
Salam,
Solo, 20 Maret 2016
07:00 pm
(Reblog
dari Kompasiana disini)
0 Comments: