ilustrasi: infinitesm.com |
Saat
membicarakan medsos atau media sosial, setiap orang akan selalu terpatri
fikirannya dengan Facebook. Mogul teknologi yang kini merambah bukan hanya
sekadar website pertemanan, Facebook mulai memasuki setiap relung kehidupan
kita. Saat kita ingin berkirim chat singkat, Facebook telah membeli Whatsapp.
Saat kita ingin membagi momen indah dengan foto, Facebook sudah punya
Instagram. Semua barang sekarang terlihat jelas di laman News Feed Facebook,
dan bukan status teman kita yang jumlah ribuan atau jutaan. Bahkan nantinya,
setiap smartphone yang terinstall aplikasi Facebook akan mampu merekam
panggilan nomor masuk dan keluar.
Bahkan,
kebutuhan krusial era IT akan berita aktual dan faktual kini diam-diam Facebook
coba rangkul (baca: kuasai). Mengingat betapa trending dan traffic berita
aktual atau tagar #BreakingNews di internet, Facebook mencoba mengintegrasikan
situs berita ke dalam websitenya. Dengan kata lain, Facebook user tidak perlu
repot berkunjung ke satu portal berita. Karena di laman News Feed Facebook
sendiri akan tersedia konten berita tersebut.
According to the New York
Times: "In recent months, Facebook has been quietly holding talks with at
least half a dozen media companies about hosting their content inside Facebook
rather than making users tap a link to go to an external site... .(berita: techradar.com)
Facebook, Menjelma Menjadi Google Saat Google inc sibuk membuat
paten dan uji hands-on Google
Glass, Facebook tidak berbuat banyak. Dengan mudah Zuckerberg cukup membeli
Oculus Rift. Vendor virtual reality andalan Facebook ini kabarnya akan
mengoptimalkan pengalaman memainkan game di Facebook. Ingat, cuma di Facebook
bukan website lain. Begitupun saat BBM merajai aplikasi chat messanger,
Facebook tidak berbuat banyak. Cukup dengan miliaran dollar yang ia punya,
Facebook membeli Whatsapp. Suatu saat nanti, bisa saja akan ada integrasi
Whatsapp dengan Facebook Messenger. Satu hal yang patut kita waspadai.
Facebook, selain sudah merambah sisi pribadi kita mulai mau merambah (baca:
mengatur) hidup kita.
ilustrasi: ideafaktory.com |
Saat kita berseloroh tentang foto-foto liburan
yang kita unggah di Facebook, ia pun akan meampilakan iklan destinasi wisata
favorit untuk kita. Dengan harga terjangkau, tiba-tiba ada iklan travel agency
yang muncul di News Feed kita. Tiba-tiba pula, ada aplikasi wisata dengan
beberapa teman kita yang me-like aplikasi tersebut. Dari waktu ke
waktu, saa teman-teman kita me-like foto-foto kita ada keingingnan untuk
mengklik iklan atau aplikasi yang muncul setiap saat. Jadilah, Facebook sebagai
Google baru kita.
Segala yang bisa Google, atau bahkan internet,
lakukan semua bisa dilakukan di Facebook. Lalu, layakkah Facebook tetap
dilekatkan dengan jargon sosial media. Saat yang Facebook lakukan adalah,
menjual produk dan layanan, melacak semua hal tentang kita, mengkoneksi
smartphone kita, bahkan mencatat nomor kontak kita di smartphone nantinya.
Seolah, Facebook tahu benar apa dan bagaimana hidup harus dijalani. Atau dalam
istilah 'It's my way, or the highway'. Satu saat nanti, Facebook akan
kena batunya. Pengalaman seperti ini juga dijumpai pada raksasa internet
seperti Google.
Mogul teknologi seperti Google pun pernah
tersandung kasus monopoli konten di search engine-nya. Pada salah satu bocoran
dokumen US Federal Trade Commission terungkap bahwa Google
akan tidak menampilkan satu website jika konten website tersebut tidak boleh
digunakan Google. Monopoli yan tidak suportif ini sempat digugat di US, namun
menemui jalan buntu. Dan ke depan, Google pun akan menerima gugatan dari Uni
Eropa dengan kasus yang serupa. Facebook sepertinya juga akan tersandung hal
yang sama. Saat privasi pengguna terganggu dan monopoli internet mulai
terendus, bukan tidak mungkin Facebook tersandung. Seolah tidak mau belajar
dari kasus-kasus 'monopoli internet seperti CompuServe dan AOL, baik Google dan
Facebook bermain api.
Saat raksasa internet seperti Google akan tunduk
pada fungsi sesungguhnya internet sebagai media bebas bereskpresi dan bukan
menjual dan mengatur hidup seseorang. Facebook pun wajib belajar tentang hal
ini. Jargon sosmed yang melekat pada Facebook akan segera meluntur. Dan entah
ia akan menjelma menjadi seperti apa? Atau malah hancur?
Referensi: businessinsider.com | techradar.com
Artikel tentang Facebook dari saya:
- Like Friendster, Will We Say
Goodbye to Facebook?
- Facebook Nearby Friends Feature,
Will Make You Like Idiot
- Alert! Facebook Starts to Legally
Prey on Your Children
Salam,
Solo, 21 Maret 2016
09:00 am
(Reblog dari Kompasiana disini)
0 Comments: