Saturday, May 24, 2014

Mahasiswa; Kisah Tinta dan Cinta


(ilustrasi: ignoranthistorian.com)

Kebanyakan mahasiswa di tempat saya mengajar berasal dari luar daerah. Baik dari pulau Jawa maupun beberapa yang berasal dari luar Jawa. Kehidupan kuliah dan nyamannya kost merupakan sesuatu yang baru buat mereka. Kehidupan kampus beserta semua lika-liku sebagai aktifis maupun tidak, semua patut dirasakan. Di perkuliahan, jam belajar yang berbeda jauh dengan SMA juga menjadi hal yang mereka rasakan. Dengan beragam tugas dan laporan, mahasiswa memang ditempa secara akademis. Apalagi menyoal kehidupan cinta mahasiswa.

Guratan Tinta

Baiknya guratan tinta tulisan mereka dalam kuliah dan tugas tentunya harus pula seindah rajutan cinta mereka untuk masa depan. Tugas utama yang orangtua mereka amanahkan harus selalu menjadi prioritas teratas. Harus selalu menjadi mood-booster dalam setiap hari kuliah. Mereka yang malas berkuliah tentunya harus selalu mengingat betapa orangtua mereka memeras keringat demi membayar SPP kuliah. Belum membayar UAS/UTS. Belum lagi membayar praktikum. Ditambah uang jajan mingguan atau bulanan mereka. Lebih-lebih jika mereka punya adik atau kakak yang juga bersekolah. Berapa sulitnya mencari uang. Dan betapa mudahnya akan tersia uang jika mahasiswa hanya nongkrong atau malas kuliah.
Setiap tetes tinta yang tergurat indah dari fikir dan ide setiap mahasiswa adalah gambaran diri mereka.

Setiap mereka saat ini adalah tinta-tinta yang terukir saat ini untuk masa depan mereka. Tinta yang keras nyata memahami semua ilmu yang sudah mereka tekuni. Tinta yang menjadi ciri akademik mereka, dengan secarik kertas yang merangkum semua pengalaman. Ijazah dan transkrip nilai. Belum lagi tinta-tinta yang tertuang mengkritisi semua yang tidak sesui common-sense. Mahasiswa akan tetap menjadi penyambung lidah rakyat. Selama mereka secara teguh tekun belajar dan maju ke hadapan dengan tinta-tinta yang mereka tuang dalam suara dan kertas.

Rajutan Cinta

Kehidupan cinta yang mulai (atau sudah) dirajut juga sewajarnya mematuhi pedoman norma. Banyak sekali mahasiswa merantau di kampus saya, yang kadang tidak kuliah untuk bersenang-senang atau indehoydengan pacarnya. Atau bahkan mereka berhenti kuliah karena harus menikah terlebih dahulu. Menikah demi mencegah hal-hal yang tidak diinginkan orangtua terjadi. Berpatut dan sewajarnya sajalah jika menjalin cinta. Walau jiwa nafsu muda itu menggelagak, ada baiknya kedua pasang saling menjaga diri.

Harapan dan doa pada tinta yang tertulis dan cinta yang terangkai selalu menyuarakan yang terindah dari tiap doa dosen maupun orangtua. Mahasiswa saat ini adalah pemimpin masa depan. Pemimpin, setidaknya, keluarga mereka. Keluarga yang saling bersatu membentuk lingkungan yang baik. Lingkungan yang saling menjaga dan toleran demi daerah yang aman sejahtera. Daerah yang bahu-membahu demi negara Indonesia yang selalu diimpikan bersama. Negara yang gemah ripah loh jinawi.

Baiknya mahasiswa = Setelah ijazah baru ijab sah

Salam,

Solo, 02 November 2013

01:29 pm

(reblogged from Kompasiana, May 24 2014, 10:04 am)

Author:

0 Comments: