Adding Comment - ilustrasi: www.melhamada.com |
Melanjutkan artikel saya, Membaca
Terus Kapan Nulisnya. Tulisan ini kembali melongok diri saya pribadi. Entah
kenapa, kalau sudah lama tidak menulis inginnya hanya menulis komentar. Sekadar
nimbrung komentar pada artikel Kompasianer yang hot dan bergas, jadi sering
saya lakukan. Seolah masih ingin eksis di Kompasiana, berkomentar pun saya
lakukan. Beberapa Kompasianer yang kebetulan saya kenal, masih mau membalas
komentar. Yang baru juga pun ada. Ada juga Kompasianer yang bertanya kemana
saja. Antara sibuk dan sok sibuk, menulis disini jadi jarang dilakukan. Kalau
saya hitung hampir 2 minggu berlalu tanpa 1 artikel yang dibuat.
Ada
beberapa draft tulisan saya yang belum sempat di-publish. Entah mengapa, kadang
setengah jalan terhenti menulisnya. Atau tiba-tiba ada urusan yang haru
diprioritaskan. Ingin segera melanjutkan artikel untuk segera di-publish. Tapi
ide serasa sudah luntur. Terasa pendaran inspirasi dulu ketika menggebu
menulisnya meredup. Karena meredup, akhirnya ide yang masih terang saya coba
tulis saja. Ya serupa tulisan sederhana ini. Mau mencoba memahami, kenapa saya
lebih senang berkomentar daripada menulis artikel sendiri.
Alasan
pertama, mungkin mengisi waktu di Kompasiana. Daripada menjadi silent reader,
mungkin numpang komentar bisa melepas penat. Apalagi ada artikel kawan
Kompasianer yang aduhai indahnya, jari rasanya ingin mengapresiasi dengan vote
dan komentar. Lalu, lama kelamaan jadi asyik sendiri menebar komentar. Yang
tadinya ada ide menulis, mulai meredup sendiri. Dalam hati beralasan, idenya
ditulis nanti saja. Yang kadang, nanti itu berarti tidak sama sekali.
Alasan
kedua, menjaga tali perkawanan di Kompasiana. Saya yakin, komentar yang dibuat
lebih dari sekadar apresiasi. Ada makna persahabatan disana. Juga bukan asal
cuap-cuap artikel teman Kompasianer lain. Ada ikatan 'keluarga Kompasianer'
dibalik setiap komentar. Kadang juga banyak terselip doa dalam komentar. Juga,
dalam komentar akan pula dapat merangkul teman baru di Kompasiana. Entah
dia mem-follow atau kita follow, aktivitas Kompasianer tersebut akan terlihat
dinamikanya. Dari komentar sederhana di dunia maya, ada rasa ingin jumpa nantinya
di dunia maya.
Alasan
ketiga berkomentar mengafirmasi keinginan untuk menulis. Ya seperti
tulisan ketebelece saya
ini. Karena beberapa hari ini di Kompasiana hanya numpang komentar. Akhirnya
ingin menulis kenapa saya lebih suka komentar. Akun saya bukan akun tuyul,
siluman atau bayaran yang cuma tabrak komen lalu kabur. Yang pastinya,
akun-akun seperti ini memiliki niat yang kurang baik. Buat
saya berkomentar harus hati-hati. Dibalik artikel dan pesannya, ada hati
dan perasaan si penulis yang harus dijaga. Dan baiknya menjadi bijak dalam
berkomentar. Walau beromentar di dunia maya, kadang rasa yang muncul terbawa ke
dunia nyata. (Lihat artikel saya: Ctrl+W
atau Submit, Be Wise)
Mungkin
alasan Kompasianer lain disini berbeda-beda menyoal kenapa terus berkomentar.
Mungkin karena ada yang sedang dalam perjalanan. Sehingga hanya dengan HP
dan bukan laptop mengunjungi Kompasiana. Ada juga yang memang sedang 'berpuasa'
menulis demi mendapat tulisan yang bermutu. Atau, memang memilih jalan sunyi
untuk sekadar berkomentar di Kompasiana. Apapun alasan itu, berkomentar tidak
menjadikan Kompasianer makna Kompasianis.
Salam,
Solo, 25 Maret 2016
11:18 am
(Reblog dari Kompasiana disini)
0 Comments: