Tuesday, May 20, 2014

Menjelaga Angan dalam Kungkungan Tirani

(ilustrasi: obeygiant.com)

Dalam tiap kesendirian dalam ruang kantor yang sepi, saya pun terus menjelaga angan dalam kungkungan tirani. Bulir-bulir angan itu menetes terus menerus dari jelaga fikir yang semakin rindu arti pencarian. Pencarian diri yang terus meretas dalam kungkungan tirani. Sistem yang begitu memomokkan keterasingan. Asing dari sifat dasar manusia yang selalu ingin mencari. Entah mencari Tuhannya, yang sampai dibuatkan ber-season-season sinetronnya. Entah mencari eksistensinya, rejekinya, jodohnya, tempat tinggalnya dan banyak lagi.

Yang diberikan dan disodori sistem tiran ini hanyalah memilih untuk 'mau hidup atau tidak'. Maka makan dan telanlah hasil keringatmu. Bukan bentuk keringat secara duniawi. Namun bayang-bayang kebahagiaan dengan nilai tukar. Ya, bukan lain, uang. Uang yang begitu nyata menyodorkan kebahagian dengan segala dayanya menukar benda materiil. Benda yang selalu mengiming-imingi pseudo-kebahagian. Kalau kau membeli HP high-end ini kamu 'hebat, stylish, jadi 100%, sehat, prestisius...blah blah blah' Namun akan terengut dan remuk saat HP high-end ini dalam dua bulan ke depan HP high-end ini jadi low-end. Dan kamu pun terpuruk dan bersedih meminta. ingin menjadi, dan merengek ingin 'high-end' kembali. Betapa kesombongan pilih sistem ini mencabik pencarianmu di dunia.

Jam pun terus berdetik terus menerus. Sedang saya terus mengalirkan bulir-bulir angan dalam jelaga memecah tirani. Memecah tirani dengan pembebasan fikir. Fikir yang terus menerawang diantara gelapnya jelaga yang dipenuhi pernak-pernik pengguncang perjalanan mencari. Bulir bulir ini mungkin dapat meretakkan jelaga tirani. Sehingga angan yang terkuras kemurniannya untuk mencari dapat kemabli bebas dan mencari ihwal diri saya hidup. Mencari. Saya adalah penggembala keinginan diri yang selalu gelisah atas jejalan impuls yang menyumbat bulir-bulir angan itu bergerak, mencari.

Pada akhirnya, angan yang terus membulir membanjiri ini akan tetap bergerak. Bertahan dalam kedinamisannya. Berpendar meradiasi keinginan mencari. Menghantam kungkungan tirani yang memberi pendangkalan fikir. Memesona fikir dan hati yang lemah. Lemah untuk mencari. Hati yang berhenti pada titik kenyamanan dalam jelaga. Berhenti untuk melahap semua kenorakan dan kemeriahan sistem humani. Sistem yang menjadikan manusia produk. Bukan lagi pengguna produk. Namun produk yang dihitung para tiran dengan jumlah konsumsi dari tiap kepala. Statistik yang akan terus melonjak saat kepala-kepala ini melahap semua gemerlapan yang ditawarkan. Seolah-olah ini yang kamu 'butuhkan', walau sejatinya hanya ini yang 'diingini'. Keinginan yang tercantikkan sebagai kebutuhan untuk bertahan hidup.

Solo, 25 Juni 2013

01:35 pm

(reblogged from Kompasiana, Mei 20, 2014, 12:47 pm)

Author:

0 Comments: